John McCarthy, Bapak Kecerdasan Buatan

Teknologi.id . September 04, 2018

The Independent
Tanggal 4 September 1927, lahir seorang pria bernama John McCarthy di Boston, Massachusetts, Amerika Serikat. Kelak ia dikenal sebagai pendiri sistem Artifial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. McCarthy merupakan ahli matematika AS yang membangun pondasi teknologi artificial intelligence (AI). Tujuan McCarthy dalam makalah AI ini untuk menciptakan mesin yang bisa bekerja dan berperilaku seperti manusia. Dia meyakini bahwa setiap aspek kecerdasan yang bisa dipelajari dapat diadopsi ke sistem atau mesin. McCarthy bukanlah seorang cerpenis profesional. Robot and Baby, hanya selingan dari sekitar 233 jurnal, khususnya tentang artificial intelligence (AI), yang ditulisnya. Saat ia mengajar di Dartmouth Collage pada 1956, untuk kali pertama mencetuskan frasa “kecerdasan buatan” atau artificial intelligence. Ilmuwan komputer asal Indian Institute of Technology Kanpur pada 1968, V Rajaraman bertemu dengan McCarthy, melalui tulisannya berjudul “John McCarthy: Father of Artificial Intelligence” yang terbit di Asia Pacific Mathematics Newsletter menyebut bahwa hidup McCarthy diabdikan untuk membuat mesin yang bisa mempermudah hidup manusia. Salah satu karya pertamanya yaitu suatu teknologi bernama time-sharing pada komputer. Time-sharing, dalam konteks pemrosesan data merupakan suatu metode saat beragam pengguna dengan bermacam program bisa berinteraksi dengan CPU, untuk memanfaatkan kekuatan secara berbarengan. Lester Earnest, rekan McCarthy di Massachusetts Institute of Technology (MIT), mengatakan “tanpa time-sharing, tidak ada internet modern yang kita kenal sekarang.” Tidak hanya time-sharing, kerja keras McCarthy di dunia komputer, dan mencuatkan namanya, tidak lain ialah teknologi AI. McCarthy merupakan anak dari pasangan John Patrick McCarthy dan Ida Glatt. Ayahnya merupakan imigran asal Irlandia, sementara sang ibu merupakan imigran Yahudi. Kedua orang tuanya anggota Partai Komunis. Saat terjadi Great Depression di AS, kedua orang tua McCarthy pernah hidup dalam kesusahan, tanpa punya pekerjaan. Kesengsaraan yang dialami kedua orang tuanya menyebabkan pada McCarthy harus mengalami sakit yang cukup parah. Hal yang membuatnya telat masuk sekolah. Tetapi, tidak membuat McCarthy terbelakang.  McCarthy memiliki kemampuan intelegensia yang tinggi sejak masa kanak-kanak, terutama ihwal matematika. Ia juga pernah berujar ingin menjadi profesor di bidang matematika. Ternyata, selama ini McCarthy belajar Matematika secara otodidak hingga akhirnya mendapat gelar sarjana di Institut Teknologi California. Pada tahun 1951, ia meraih gelar PhD bidang Matematika di Princeton University. Kemudian tahun 1961, ia mendapat gelar profesor dan menjadi guru besar di Standford University. McCarthy pernah mengatakan bahwa menciptakan AI "tak terlalu menyulitkan". AI hanya merupakan "1,8 Einsteins dan sepersepuluh kekuatan Manhattan Project, lembaga penelitian yang eksis pada Perang Dunia II". McCarthy mendirikan dua lembaga penelitian AI. Lembaga pertama ialah Stanford Artificial Intelligence Laboratory, lembaga penelitian AI yang didirikan McCarthy di awal dekade 1950-an. Lembaga kedua ialah MIT Artificial Intelligence Laboratory. Berkat kedua lembaga yang didirikannya itu, McCarthy diperceya menjadi dosen di dua universitas Ivy League tersebut. Sementara itu, di MIT Artificial Intelligence Laboratory, McCarthy sukses melahirkan List Processing Language, bahasa pemrograman yang menjadi standar penciptaan AI. Kemunculan istilah AI, pendirian dua lembaga pertama AI, dan penciptaan bahasa pemrograman AI, mendaulatkan diri McCarthy sebagai bapak dari teknologi AI. Ini dipertegas oleh Association of Computing Machinery dengan Turing Award pada 1971. Tom Simonite, kolumnis teknologi pada Wired mengatakan AI merupakan sistem yang menggabungkan algoritma supercerdas dengan machine learning. Bila dipasang pada robot atau mesin, dapat membuat robot atau mesin tersebut bekerja secara mandiri, tanpa campur tangan manusia alias bekerja secara inisiatif. Kerja inisiatif terjadi saat teknologi AI telah diberi sekumpulan data yang super besar  untuk dipelajari pola-polanya dan dilatih untuk membuat keputusan. Secara singkat, Simonite mengatakan bahwa kecerdasan buatan “bukanlah tentang pekerjaan yang diambil-alih robot ataupun penghapusan manusia. Melainkan tentang semakin cerdasnya perangkat.” Yang kemudian membantu manusia. Yang telah dikatakan Simonite, tidak terlalu jauh dengan pemikiran McCarthy. Menurut McCarthy, sebagaimana diungkap Daphne Koller, profesor pada Stanford University, bapak artificial intelligence itu “percaya bahwa kecerdasan buatan benar-benar dapat mereplikasi kecerdasan manusia.” Diharapkan akan mampu mempermudah hidup manusia. Semoga saja, AI memang membantu manusia, bukan menciptakan kerusakan. Sehingga warisan dari McCarthy yang meninggal Oktober tujuh tahun lalu tidak sia-sia.
Share :