Teknologi.id - Indonesia merupakan kawasan yang berada dalam jalur gempa teraktif di dunia yaitu
Ring of Fire atau cincin api pasifik. Indonesia juga berada di atas tiga pertemuan lempeng benua yakni lempeng Indonesia Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng pasifik di bagian timur. Oleh karena itu, Indonesia merupakan kawasan yang sering terjadi bencana gempa bumi yang di sebabkan pergeseran lempeng bumi ataupun dikarenakan oleh aktifitas gunung berapi yang sedang aktif. Pada 28 September 2018 kemarin Indonesia kembali berduka atas terjadinya gempa bumi di Sulawesi Tengah dengan magnitudo 7.7. Magnitudo gempa yang besar tersebut menyebabkan terjadinya Tsunami di kota Palu dan Donggala yang saat ini masih dihitung dampak kerugian korban jiwa maupun materialnya. Padahal sebelumnya pada 19 Agustus 2018, Lombok diguncang gempa dengan magnitudo 6.5 yang terjadi beberapa kali dengan kekuatan besar dan ratusan kali dengan kekuatan yang kecil, bencana di Lombok menelan korban jiwa lebih dari 500 jiwa, 2.500 dilarikan kerumah sakit, dan 270.000 masarakat kehilangan tempat tinggal. Gempa bumi memporak porandakan bangunan di Lombok dan sekitarnya yang di akibatkan kualitas bangunan dan perencanaan kota yang kurang baik sehingga di daerah tersebut mengalami kerusakan yang begitu parah.
Menggunakan limbah ban bekas
Juan Bernal-Sanchez dan timnya dari
Edinburgh Napier University melakukan percobaan dengan membuat bangunan yang dapat mengurangi guncangan gempa. Inovasi yang dilakukan oleh Juan dkk adalah membangun pondasi bangunan menggunakan bahan utama limbah ban bekas. Kita tahu bahwa limbah tersebut sangat berbahaya karna mengandung racun dan karbon dioksida. Terlebih perilaku masyarakat Indonesia sering melakukan pembakaran terhadap limbah sampah tanpa ada pengolahan terlebih dahulu sehingga berdampak mencemari lingkungan.
Hasil campuran pasir dan ban bekas yang sedang di uji coba Pondasi menggunakan bahan baku ban bekas ini sangat menjanjikan. Selain mengurangi limbah berbahaya juga dapat mengurangi guncangan pada bangunan saat terjadi gempa. Butiran warna hitam pada gambar merupakan ban bekas yang di campur dengan pasir agar berfungsi untuk meredam getaran. Sebelum riset Juan dkk dilakukan, telah di kembangkan alat penahan getaran yang disebut ViBa oleh
University of Brighton. Viba adalah rancangan penahan getaran bawah tanah yang dapat mengurangi getaran hingga 40% – 80%, terdiri dari karet dan tanah. Viba terlihat sungguh prospektif untuk menahan keruntuhan bangunan ketika gempa terjadi. Alat tersebut dipasang di bawah tanah dan di sekitar bangunan yang berdiri. Namun kelemahan dari alat itu adalah pembuatannya yang rumit dan biaya yang besar (karet dalam jumlah besar) dalam pembuatan alatnya. Juan dkk berinovasi dengan mengganti karet ke ban bekas yang setiap tahunnya terkumpul 15 juta ton.
Campuran ban bekas dan pasir yang digunakan untuk membuat fondasi tahan gempa Dianalogikan mobil keluaran terbaru
Secara fisika, campuran ban bekas dengan pasir dapat mengubah frekuensi alami bangunan ketika terjadi getaran tanah akibat gempa bumi. Interaksi antara campuran ban bekas serta pasir diharapkan dapat mencegah adanya keruntuhan bangunan ketika adanya gaya horizontal oleh gempa bumi. Mekanisme tersebut juga dapat dianalogikan layaknya
Crumple zone pada mobil keluaran terbaru. Desain mobil saat ini rangkanya lebih mudah penyok pada bagian depan dan belakang mobil di bandingkan dengan mobil yang terdahulu. Rangka yang rapuh tersebut berfungsi untuk menyalurkan energi benturan pada mobil agar tidak merusak kabin pada mobil. Nah, campuran ban bekas pada fondasi bangunan inilah yang akan terkena dampak terlebih dahulu ketika terjadi gempa. Eksperimen yang dilakukan oleh Juan dkk menggunakan ban bekas dengan rata rata ukuran potongan sebesar 1,5 mm, lalu ban bekas tersebut dicampur pasir dengan persentase ban bekas yang berbeda-beda yakni sebesar 10%, 20%, dan 30%. Kemudian dilakukan perlakuan terhadap pondasi tersebut dengan memberikan tegangan amplitudo (guncangan) mulai dari 0.05%, 0.1%, 0.2%, dan 1%. Perlakuan tersebut bertujuan untuk memastikan apakah campuran pondasi tersebut dapat optimal menahan guncangan gempa yang terjadi. Hasil percobaan menunjukkan bahwa persentase ban bekas sebesar 30 % dapat secara signifikan meningkatkan kemampuan bangunan dalam meredam guncangan yang di berikan dibandingkan persentase-persentase lainnya. Bahkan pada persentase ban bekas 30%, bangunan tidak mudah hancur ketika di berikan guncangan dengan amplitudo yang semakin besar. Adapun eksperimen Juan dkk dapat kita lihat pada video berikut [embed]
Video tersebut memperlihatkan bangunan yang menggunakan fondasi dari bahan campuran ban bekas dan pasir tidak ambruk bahkan dinding dalam bangunan tak mengalami retakan sama sekali ketika di guncang oleh gempa buatan. Juan dkk masih terus menyempurnakan temuan mereka agar pondasi campuran ban bekas dan pasir dapat efisien dan efektif menahan berbagai macam tipe gempa bumi yang melanda, seperti menggunakan persentase ban bekas yang lebih besar atau mencampurkannya dengan bahan lain.
(DWK)