Implementasi Psikologi pada UI/UX Design

Teknologi.id . April 12, 2018
Artikel merupakan repost dari artikel tulisan Eminarti Sianturi yang dipublikasikan di Easy Read. Baca artikel sumber.

Hai, halooo. Tulisan saya kali ini merupakan kelanjutan dari apa yang saya dapat dari event Tech Day yang saya ikuti beberapa hari yang lalu, yaitu GDP Venture Tech Day. Pada event tersebut saya mengikuti 2 topik, yaitu Best Practices in Android dan Implementing Psychology to UI/UX Design. Tulisan saya sebelumnya sudah membahas mengenai Best Practices pada Android. Nah, sedangkan tulisan ini akan membahas topik Implementasi Psikologi pada UI/UX Design.

Kebetulan topik yang disampaikan cukup mudah dipahami meskipun oleh orang non-design seperti saya. Jadi saya akan membagikan beberapa hal yang saya dapat melalui tulisan ini.

Implementing Psychology to UI/UX Design by — Michael Hioe & Ezra Marcella

Biasanya saat pengerjaan aplikasi, seorang programmer akan menolak pembuatan aplikasi dengan design yang menarik dan cantik. Menurut mereka, design yang dibuat oleh seorang UI/UX Designer akan memperlama proses pengerjaan aplikasi. Hal ini membuat terbentuknya pemikiran bahwa design yang cantik, proses pengerjaannya akan lama. Akan tetapi setiap design yang telah dibuat oleh UI/UX Designer tentu saja sudah memiliki pertimbangan sendiri.

Nah, apa saja pertimbangan UI/UX Designer dalam membuat rancangannya?

Good UI Build Trust Pada dasarnya, sebuah produk akan dijudge atau dinilai user dalam kurun waktu 1 menit setelah mereka melihat produk tersebut. Sehingga penilaian mereka terhadap aplikasi akan menentukan seberapa besar keinginan mereka untuk memakai aplikasi tersebut. Produk yang sama sekalipun dapat memberikan kesan berbeda kepada user ketika melihatnya. Oleh karena itu, sebuah UI yang baik dapat dikatakan sebagai cara pertama untuk membangun kepercayaan dengan user mengenai produk yang kita sediakan.


Image from Slide Presentation.

Nah, karena Good UI merupakan gerbang pertama yang harus dilewati oleh user maka tentu saja kita harus memastikan bahwa aplikasi kita dapat dipercaya. Elemen dari aplikasi yang Good UI ialah - Clean, jangan memberikan terlalu banyak informasi yang tidak relevan. - Surface Appeal, don’t tell them, but show them, because seeing is believing. - Likeable, meningkatkan persepsi user untuk percaya. - Expertise, tidak ada yang benar atau salah, tetapi sebuah produk yang detil akan lebih disukai. - Honesty, munculkan hal-hal yang menunjukkan keamanan.

Making Action become Behaviour and Habit Nah, setelah mendapatkan ini, tentu saja pada akhirnya ialah kita ingin mengetahui User Behaviour saat memakai aplikasi kita. Dan dengan Good UI kita sudah mendapatkan user untuk kita lihat behaviour-nya.


Image from Slide Presentation.
Seperti pada konsep diatas, kita melihat sebuah infinite loop antara Trigger-Action-Reward-Investment. Hal inilah yang perlu kita bangun dalam aplikasi kita.

- Trigger, sebuah event yang akan memancing user untuk kembali memakai aplikasi kita. Misalnya faktor eksternal, yaitu: push notification (merupakan salah satu event yang harus diimplementasikan karena akan memancing useruntuk membuka kembali aplikasi kita), atau button di social media atau e-commerce. Selain itu ada juga faktor internal, yaitu yang mempengaruhi otak kita yaitu perasaan senang, sedih, cemas, dll. - Action, jika user sudah terpancing dengan umpan yang kita berikan maka ia akan melakukan sebuah action pada aplikasi kita. Misalnya melanjutkan pembelian, membuka notifikasi dan melanjutkan berselancar di aplikasi kita. - Reward, user akan sangat senang jika mendapatkan sesuatu dari aplikasi kita. Yang didapat bisa bermaca-macam. Misalnya, tribe yaitu kepuasan jumlah like atau follow pada postingan sosial media yang dapat mereka pergunakan. Selain itu dibagi juga seperti, hunt yaitu seperti kepuasan mendapatkan sesuatu dari aplikasi kita, misalnya mendapat informasi, atau juga self yaitu seperti kepuasan tersendiri untuk membersihkan notifikasi email, dan lain sebagainya. - Investment, berikan kesempatan kepada user untuk melakukan investasi pada aplikasi kita, misalnya berupa poin, level, like, achievement, dan lain sebagainya, untuk membuat user merasa sayang meninggalkan aplikasi kita.

Direct Our Users to A ‘Decision Making’ UI/UX yang bagus bukan hanya sekadar karena ‘ada’ saja, tetapi juga dapat membangun behaviour atau membantu user untuk melakukan sebuah action. Misalnya, kita pengen mereka membagikan sesuatu dari aplikasi kita (sharing), dan lain lain. Karena user kita merupakan manusia (human) yang pada dasarnya memiliki pemikiran positif atau Dopamine yang membantu memutuskan sesuatu dan memiliki pemikiran negatif atau Cortisol yang menghindari melakukan sesuatu.

Contoh cortisol. - Urgency, kepanikan karena limited time sehingga keinginan melakukan sesuatu meningkat. Seperti flash sale. - Scarcity, kepanikan akan kehabisan sesuatu. Seperti tiket pesawat habis, hotel penuh. - Competitition, keinginan untuk tidak mau kalah dengan orang lain. Seperti pemberitahuan bahwa sekitar xxx orang melakukan xxx. - Decoy, keinginan untuk memilih sesuatu berdasarkan value dan keuntungan yang didapat. Seperti kita ingin user membeli paket C, yang lebih mahal, tetapi seakan-akan ditawarkan dengan harga yang lebih murah. Biasanya dengan memberikan value pada barang yang akan dipilih. Kita berikan impulsive. - The Jam Experiment, jangan belikan pilihan yang terlalu beragam dan bermacam sehingga user bingung.

Color Psychology Nah, kalau ini sudah seperti yang kebanyakan kita ketahui bahwa setiap warna memiliki ciri khas dan nilai tersendiri. Misalnya merah = bahaya, biru = terpercaya, dan lain sebagainya.

Baca juga: Skillset UI Designer dalam Sebuah Cerita.
Share :