Teknologi.id - Ilmuwan di Otoritas Energi Atom Inggris (UKAEA) dan Universitas Bristol, Inggris, telah berhasil mengembangkan teknologi baterai baru yang sangat inovatif, yaitu baterai berlian yang dapat bertahan hingga ribuan tahun.
Teknologi ini dapat digunakan untuk memberi daya perangkat dalam kondisi ekstrem, bahkan di luar angkasa. Dengan menggunakan peluruhan radioaktif dari isotop karbon-14, baterai ini menawarkan solusi energi yang berkelanjutan dan aman dalam jangka panjang.
Baterai Berlian: Solusi Energi Tahan Lama
Baterai berlian bekerja dengan memanfaatkan isotop karbon-14
yang terdapat dalam berlian buatan. Karbon-14 adalah isotop radioaktif dari
unsur karbon, yang meluruh seiring waktu dan memancarkan radiasi. Proses
peluruhan ini menghasilkan energi yang dapat diubah menjadi listrik melalui
efek betavoltaik. Teknik ini mirip dengan cara panel surya mengubah cahaya
menjadi listrik, namun dengan sumber energi yang jauh lebih stabil dan tahan
lama.
Karbon-14 memiliki waktu paruh sekitar 5.730 tahun, yang berarti baterai berlian ini bisa bertahan ribuan tahun, meskipun output energi akan berkurang secara bertahap seiring berjalannya waktu. Dalam prakteknya, baterai ini dirancang untuk menghasilkan daya dalam jumlah kecil (mikrowatt) secara terus-menerus. Dengan kemampuan bertahan lama, baterai berlian ini sangat cocok untuk aplikasi jangka panjang yang memerlukan pasokan energi stabil, terutama dalam kondisi lingkungan yang ekstrem seperti di luar angkasa atau di dalam perangkat medis yang kritis.
Baca juga: Deretan Prediksi AI di Tahun 2025, Merambah hingga Layanan Kesehatan
Teknologi Betavoltaik: Mengubah Radiasi Menjadi Listrik
Untuk memahami bagaimana baterai berlian ini bekerja,
penting untuk memahami prinsip dasar dari efek betavoltaik. Efek
betavoltaik adalah proses yang memungkinkan energi yang dihasilkan oleh
peluruhan radioaktif untuk diubah menjadi energi listrik. Sebagaimana panel
surya mengubah cahaya matahari menjadi listrik, baterai berlian memanfaatkan
peluruhan beta dari karbon-14 untuk menghasilkan aliran elektron yang dapat
digunakan untuk memberi daya perangkat.
Peluruhan beta adalah proses di mana sebuah isotop
radioaktif, seperti karbon-14, kehilangan partikel beta (elektron) saat
meluruh. Dalam baterai berlian, partikel ini akan bergerak melalui material
berlian yang diubah, menghasilkan arus listrik yang cukup untuk memberi daya
perangkat dengan konsumsi energi rendah. Proses ini tidak hanya efisien, tetapi
juga aman karena radiasi yang dipancarkan oleh karbon-14 tidak cukup kuat untuk
membahayakan manusia atau lingkungan.
Manfaat Baterai Berlian untuk Aplikasi Ekstrem
Salah satu keunggulan utama dari baterai berlian ini
adalah kemampuannya untuk bertahan dalam kondisi ekstrem. Baterai ini tidak
hanya dapat digunakan dalam teknologi ruang angkasa, tetapi juga memiliki
potensi untuk digunakan dalam berbagai aplikasi lainnya, seperti perangkat
medis yang membutuhkan daya stabil dan tahan lama.
Baterai berlian menawarkan solusi yang ideal untuk situasi
di mana penggantian baterai secara berkala sangat sulit atau tidak mungkin
dilakukan. Misalnya, dalam perangkat yang digunakan di luar angkasa,
penggantian baterai secara teratur bisa menjadi tantangan besar. Dengan daya
tahan ribuan tahun, baterai berlian dapat digunakan untuk memberi daya satelit,
sensor ruang angkasa, atau perangkat lainnya yang membutuhkan pasokan energi
yang tidak terputus.
Selain itu, baterai berlian juga bisa digunakan untuk
memberikan daya pada peralatan medis implan, seperti pacemaker atau alat bantu
pendengaran, yang memerlukan daya terus-menerus untuk berfungsi dengan baik.
Dengan ketahanan jangka panjang, baterai berlian dapat mengurangi kebutuhan
untuk penggantian perangkat secara teratur, memberikan kenyamanan dan efisiensi
bagi pasien.
Inovasi Berkelanjutan dalam Energi
Pengembangan baterai berbasis karbon-14 ini juga
menawarkan solusi yang lebih berkelanjutan dibandingkan dengan teknologi
baterai tradisional. Sumber daya yang dihasilkan melalui peluruhan radioaktif
karbon-14 tidak hanya lebih efisien, tetapi juga lebih ramah lingkungan.
Baterai berlian ini tidak memerlukan bahan kimia berbahaya atau sumber daya
yang cepat habis seperti baterai lithium atau nikel. Hal ini membuatnya menjadi
alternatif yang lebih berkelanjutan dalam jangka panjang.
Lebih dari itu, karbon-14 adalah isotop yang dapat ditemukan
dalam jumlah kecil di alam, sehingga bahan baku untuk membuat baterai ini tidak
akan cepat habis. Keberlanjutan baterai berlian juga didukung oleh penggunaan
berlian buatan, yang lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan pengambilan
berlian alami yang dapat merusak lingkungan.
Masa Depan Baterai Berlian
Meskipun baterai berlian menawarkan potensi besar, ilmuwan
di UKAEA dan Universitas Bristol masih terus mengembangkan teknologi ini untuk
meningkatkan efisiensinya dan mengatasi beberapa tantangan yang ada. Misalnya,
meskipun baterai ini dapat bertahan ribuan tahun, output daya yang dihasilkan
cenderung rendah, sehingga mungkin tidak cocok untuk aplikasi yang memerlukan
daya besar dalam waktu singkat.
Namun, potensi baterai berlian untuk digunakan dalam
perangkat jangka panjang dan dalam kondisi ekstrem sangat besar. Dengan terus
berkembangnya teknologi ini, kita mungkin akan melihat penerapan baterai
berlian dalam berbagai industri, termasuk ruang angkasa, medis, dan bahkan
energi terbarukan.
Baca juga: China Ciptakan Baterai yang Bisa Diiisi Ulang dalam Tubuh Manusia
Baterai berlian yang dikembangkan oleh ilmuwan di UKAEA dan Universitas Bristol menandai kemajuan besar dalam teknologi energi berkelanjutan. Dengan memanfaatkan peluruhan radioaktif karbon-14, baterai ini dapat bertahan ribuan tahun dan memberikan daya stabil meskipun digunakan dalam kondisi ekstrem.
Inovasi ini membawa harapan baru untuk solusi energi jangka
panjang yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, sekaligus membuka kemungkinan
penggunaan baterai dalam berbagai aplikasi kritis yang sebelumnya tidak
terpikirkan. Seiring dengan kemajuan lebih lanjut, baterai berlian bisa menjadi
bagian penting dalam teknologi energi masa depan.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google
News
(emh)