.jpg&size=720x400)
Teknologi.id - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, baru saja mengumumkan kebijakan baru yang cukup mengejutkan. Produk-produk elektronik seperti smartphone, laptop, dan perangkat teknologi lainnya yang diimpor dari China akan dibebaskan dari tarif pajak tambahan yang sebelumnya direncanakan. Kebijakan ini diumumkan pada Jumat, 11 April 2025, dan langsung mendapat perhatian luas dari para pelaku industri teknologi dunia.
Melalui lembaga US Customs and Border Protection (Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS), pemerintah AS merinci bahwa barang-barang seperti smartphone, laptop, hard drive, monitor layar datar, chip tertentu, hingga mesin pembuat semikonduktor kini masuk dalam daftar barang yang mendapatkan pengecualian tarif impor. Dengan keputusan ini, perangkat-perangkat tersebut tidak akan dikenakan tarif tambahan sebesar 145 persen yang diberlakukan untuk produk asal China maupun tarif 10 persen dari negara lain.
Namun, tetap ada catatan penting: produk-produk tersebut masih dikenakan tarif dasar sebesar 20 persen yang telah diterapkan sejak awal tahun 2025.
Baca juga: Tarif Impor Trump Naik, Prabowo Siapkan Langkah Strategis Pemerintah Indonesia
Angin Segar untuk Industri Teknologi Dunia
Kebijakan baru ini menjadi kabar baik bagi perusahaan-perusahaan teknologi global seperti Apple, Samsung, hingga Nvidia. Pasalnya, beban tarif pajak yang tinggi sebelumnya menjadi salah satu faktor utama meningkatnya harga jual perangkat elektronik di pasaran. Dengan adanya pengecualian tarif, para produsen bisa menjaga harga produk tetap terjangkau dan kompetitif, terutama untuk produk yang memang tidak diproduksi di dalam negeri AS.
Menurut laporan dari AP News yang dikutip KompasTekno, langkah ini mencerminkan kesadaran Presiden Trump bahwa kebijakan tarif tinggi terhadap produk China tidak akan secara langsung mendorong perusahaan-perusahaan besar untuk memindahkan produksinya ke AS. Butuh waktu panjang dan investasi besar untuk membangun fasilitas produksi baru, terutama untuk perangkat canggih seperti smartphone dan laptop.
Apple Jadi Sorotan Utama
Apple menjadi salah satu perusahaan yang paling terdampak oleh kebijakan tarif sebelumnya. Perusahaan asal Cupertino ini selama bertahun-tahun menggantungkan proses produksi dan rantai pasokannya di China. Hampir seluruh lini produknya — mulai dari iPhone, iPad, hingga MacBook — dibuat di negeri tirai bambu.
Jika Apple dipaksa untuk memindahkan produksi ke AS, konsekuensinya bisa sangat besar. Tak hanya biaya produksi yang akan meningkat drastis, tetapi juga harga jual produknya bisa melonjak hingga tiga kali lipat. Bukan hanya itu, membangun kembali pabrik dan rantai pasokan di AS membutuhkan waktu dan proses yang panjang, sesuatu yang tentu tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat.
Dampak pada Pasar Saham Global
Kebijakan tarif yang diberlakukan pada awal April 2025 juga sempat mengguncang pasar saham global, khususnya sektor teknologi. Nilai gabungan dari tujuh raksasa teknologi dunia yang dikenal dengan sebutan The Magnificent Seven — Apple, Microsoft, Nvidia, Amazon, Tesla, Alphabet (induk Google), dan Meta (induk Facebook, Instagram, dan WhatsApp) — tercatat turun hingga 14 persen. Ini setara dengan kerugian sekitar 2,1 triliun dollar AS atau sekitar Rp 35.264 triliun (kurs Rp 16.792 per dolar).
Situasi ini menciptakan gejolak besar di pasar. Analis dari Wedbush, Dan Ives, bahkan menyebut bahwa pengecualian tarif untuk produk elektronik ini “mengubah seluruh situasi” dan menghapus potensi kerugian besar bagi sektor teknologi yang sangat bergantung pada produksi dari China.
Baca juga: Ponsel dan Laptop Bakal Makin Mahal Gegara Tarif Impor Trump, Ini Penjelasannya
Dorongan untuk Produksi Lokal di AS
Meskipun memberikan pengecualian, pemerintah AS tetap menunjukkan niat kuat untuk mendorong perusahaan-perusahaan teknologi agar memindahkan basis produksi mereka ke dalam negeri. Sekretaris Pers Gedung Putih, Caroline Leavitt, mengatakan bahwa AS tidak boleh bergantung pada China untuk memproduksi teknologi penting seperti semikonduktor, chip, smartphone, dan laptop.
Leavitt juga menyebut bahwa pemerintah telah mengamankan investasi dari perusahaan besar seperti Apple, TSMC, dan Nvidia, untuk mendukung pembangunan fasilitas produksi di AS. Menteri Perdagangan, Howard Lutnick, juga menyarankan agar perakitan iPhone bisa dipindahkan ke Amerika Serikat. Namun, ia mengakui bahwa proses ini akan memakan waktu dan membuat harga jual produk menjadi jauh lebih mahal.
Sebagai contoh, proses pemindahan sebagian produksi Apple ke India beberapa tahun lalu memerlukan waktu yang tidak singkat. Hal ini menjadi gambaran bahwa memindahkan produksi besar-besaran ke AS akan menghadapi tantangan serupa, bahkan mungkin lebih kompleks.
Kesimpulan: Pengecualian Tarif, Tapi Tantangan Masih Panjang
Pengecualian tarif impor untuk produk elektronik dari China ini memang memberikan angin segar bagi industri teknologi global. Namun, di sisi lain, tantangan jangka panjang masih membayangi, terutama terkait dorongan untuk relokasi produksi ke AS. Meski kebijakan ini meredakan tekanan sesaat, masa depan industri teknologi masih harus menghadapi ketidakpastian seputar kebijakan dagang dan geopolitik global.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.
(dwk)