Foto: Shutterstock
Teknologi.id - Presiden RI, Joko Widodo menginstruksikan kepada tenaga kesehatan agar menurunkan harga tes polymerase chain reaction (PCR) pada kisaran Rp 450.000 sampai Rp 550.000.
Tak hanya turunkan harga tes PCR, Jokowi juga mengimbau kepada para laboratorium untuk dapat memaksimalkan periode tunggu hasil tes SWAB maksimal 1 x 24 jam.
Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman mengomentari keputusan Jokowi mengenai hal instruksi harga PCR yang diturunkan. Menurutnya, pemerintah Indonesia harus bisa mengatur besaran harga swab antigen yang saat ini senilai Rp 100.000 hingga Rp 250.000.
"Misalnya ada klaster, dia ada kasus kontak, daerah misalnya ditingkatnya 3T-nya, namun kemudian biaya yang dibebankan kepada masyarakat, itu tidak boleh seperti itu," ucap Dicky.
Di sisi lain, seorang ahli patologi klinis sekaligus Direktur RS Universitas Sebelas Maret, Tonang Dwi Ariyanto menyampaikan informasi penting bahwa sejumlah komponen dalam pengujian sampel tes PCR di laboratorium membutuhkan biaya yang cukup mahal. Beberapa komponen tersebut adalah reagen, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang ditujukan untuk penggunaan sekali pakai.
Tak hanya itu, dibutuhkan juga sumber daya manusia yang terlatih dalam pemeriksaan tes ini. Mengingat harga dari komponen untuk tes PCR dalam mengatasi COVID-19 ditentukan oleh pemerintah, maka para tenaga kesehatan berharap harga tes PCR bisa turun asal harga komponen tersebut benar-benar bisa dikendalikan oleh pemerintah.
"Kalau kami tidak bisa banyak berbuat (berkaitan dengan harga bahan uji laboratorium). Laboratorium, rumah sakit itu yang bisa diefisiensi cuma penggunaan biaya operasional misalkan listrik, air, atau tenaga SDM-nya. Itu kami bisa, artinya kami berusaha betul untuk menekan itu," ujar Tonang.
(DA)