Foto: Uzone
Teknologi.id – Dua perusahaan aplikasi Grab, dan juga Gojek dikabarkan akan melakukan penggabungan bisnis.
Menurut rumor yang beredar
saat ini, Grab disebut ingin menjadi pihak yang dominan setelah merger terjadi.
Pendiri, dan CEO Grab, Anthony Tan akan menjadi CEO entitas gabungan di wilayah
Asia Tenggara. Sementara petinggi Gojek akan menjalankan
gabungan entitas bisnis di wilayah Indonesia, dan tetap berada di bawah nama
Gojek.
Ketika isu merger Gojek dan
Grab kian terdengar, muncul kekhawatiran terjadinya monopoli pasar. Sebab,
keduanya sama sama kuat di bidang layanan ride hailing.
Rumor yang berhembus sejak
awal pekan lalu itu menuai isu bantahan. Sinta Setyaningsih, Head of Corporate
Communications, GoTo menjelaskan saat ini tidak ada diskusi terkait hal
tersebut. "Kami tidak dapat menanggapi informasi yang bersifat rumor. Saat
ini tidak ada diskusi terkait hal itu," katanya dalam pernyataan tertulis
yang dilansir dari CNBC Indonesia, dan Kompas Selasa (13/2/2024).
Sinta menjelaskan setelah dekonsolidasi Tokopedia, GOTO justru memiliki arus kas yang sangat kuat untuk masuk kembali ke jalur cepat pertumbuhan di bisnis on demand service (ODS), dan finansial (GoTo finansial).
Baca juga: Gojek Uji Coba Fitur GoRide Nego: Negosiasi Biaya Perjalanan dengan Driver
"GoTo saat ini memiliki
fundamental dan posisi keuangan yang semakin kuat. Kami telah berhasil mencapai
target Adjusted EBITDA positif di Q4 2023. Arus kas kami juga semakin kuat
dengan adanya revenue fee tiap kuartal dari Tokopedia," ujar Sinta.
Alih alih berfikir soal
merger, manajemen GOTO justru fokus mengembangkan bisnis dengan mengoptimalkan
sinergi ekosistem. "Fokus kami ke depan adalah bertumbuh secara sehat, dan
meraih profitabilitas dengan mendorong pengembangan bisnis, inovasi produk
ODS, dan fintech," tambah Sinta.
Pada pernyataan pers sebelumnya, CEO GOTO Patrick Walujo menyampaikan bahwa perseroan mampu meraih EBITDA adjusted positif pada kuartal IV-2023, dan mampu melampaui panduan kinerja EBITDA yang disesuaikan untuk tahun 2023. "Kami juga memiliki agenda melakukan pembelian kembali (buyback) saham apabila mendapat persetujuan dari para pemegang saham, dan regulator," kata Patrick waktu itu.
Foto : negosyante.org
Analis Panin Sekuritas,
Rizal Rafly, menilai wajar sikap manajemen GOTO yang tidak terlalu antusias
dengan proposal merger. Salah satu pemicunya, setelah Tiktok masuk ke
Tokopedia, fundamental GOTO bukan hanya membaik, juga meningkatkan daya saing
perusahaan di segmen bisnis lainnya.
"Setelah mendapatkan back up yang kuat di bisnis e-commerce, GOTO kini dapat memfokuskan semua energinya di bisnis ODS (Gojek) dan fintech (GoTo Finansial). Termasuk kembali ekspansi untuk menggenjot pertumbuhan dan memaksimalkan take rate" kata Rizal Rafly.
Baca Juga: Sah! Kabarnya TikTok Shop Comeback dan Capai Kesepakatan Dengan GoTo
Pada titik ini, kata Rizal
Rafly, tidak ada alasan mendesak bagi GOTO untuk menggabungkan bisnis ODS nya
itu. "Justru GOTO memiliki kesempatan terbaik untuk memonetisasi semua
potensi bisnis dalam ekosistem setelah masuknya Tiktok. Potensi merger pada
segmen ODS GOTO akan semakin menguatkan posisi GOTO dalam menjadi penguasa
pangsa pasar ODS di kawasan Asean, serta akan berdampak positif juga pada
GTF" katanya.
Menurut Rizal Rafly,
kalaupun terjadi proses merger, GOTO memiliki posisi tawar yang lebih tinggi.
Apalagi potensi ekonomi digital Indonesia yang sangat besar di kawasan dan posisi
Gojek sebagai jagoan lokal.
"Jika opsinya adalah
berbagi pasar, maka paling mungkin adalah Gojek mengakuisisi aset Grab di Indonesia,"
katanya.
Yang paling menarik adalah skema transaksinya. Rizal Rafly meyakini, GOTO akan tetap mempertahankan pengendalian terhadap Gojek. "Di meja perundingan (jika memang bakal terjadi), GOTO punya banyak alasan untuk memiliki posisi tawar yang jauh lebih kuat. mengingat Indonesia akan menjadi negara dengan ekonomi digital terbesar di kawasan, dan Gojek superior di bisnis ODS," kata Rizal Rafly.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.
(aa)