Saingan AI? Ini Dia Kecerdasan Buatan Baru, Organoid Intelligence

Gita Fitria Ramadani . March 02, 2023

Picture: Sputnik News

Teknologi.id - Kecerdasan buatan atau yang biasa kita sebut Artificial Intelligence (AI) tampaknya hampir mengambil alih kehidupan manusia akhir-akhir ini. Tetapi, tim ilmuwan berpendapat lain yang pada akhirnya mereka mencetus kecerdasan buatan baru, yaitu “Organoid Intelligence” atau OI.

Organoid Intelligence atau Kecerdasan Organoid merupakan sistem buatan yang ditenagai oleh sel-sel otak manusia yang hidup. Menurut mereka, suatu hari nanti OI dapat mengungguli sistem buatan mana pun dan akan melakukannya jauh lebih efisien, serta mengonsumsi energi yang jauh lebih sedikit.

Tim internasional yang dipimpin oleh Universitas Johns Hopkins di Baltimore adalah pencetus dari proyek Organoid Intelligence tersebut. Mereka menerbitkannya dalam jurnal Frontiers in Science pada hari Selasa yang berisi rincian mengenai Organoid Intelligence.

Tentang Organoid Intelligence

Secara rinci, OI merupakan sebuah perangkat keras yang akan mencakup susunan organoid otak (struktur saraf kecil tiga dimensi yang tumbuh dari sel induk manusia), dan akan terhubung ke sensor dan perangkat keluaran dan dilatih dengan pembelajaran mesin, data besar, dan teknik lainnya.

"Komputasi dan kecerdasan buatan telah mendorong revolusi teknologi, tetapi mereka mencapai batasnya," ucap Thomas Hartung, seorang profesor ilmu kesehatan lingkungan di Johns Hopkins Bloomberg of Public Health dan Whiting School of Engineering, yang memelopori pekerjaan tersebut, dikutip dari EurekAlert.

"Biocomputing adalah upaya besar untuk memadatkan daya komputasi dan meningkatkan efisiensinya untuk melampaui batas teknologi kami saat ini," ujarnya kembali.

Tujuan dari terbuatnya OI yaitu untuk mengembangkan sistem ultra-efisien yang dapat memecahkan masalah di luar jangkauan komputer digital konvensional, sekaligus membantu pengembangan ilmu saraf dan bidang penelitian medis lainnya.

Ambisi dari proyek ini mencerminkan pekerjaan pada komputasi kuantum yang lebih maju, tetapi juga menimbulkan pertanyaan etis seputar "kesadaran" rakitan organoid otak.

Baca juga: AI Mirip ChatGPT Bakal Ada di WhatsApp dan Messenger

“Saya mengharapkan sistem dinamis yang cerdas berdasarkan biologi sintetik, tetapi tidak dibatasi oleh banyaknya fungsi yang dimiliki otak dalam suatu organisme,” kata Profesor Thomas Hartung dari Johns Hopkins.

Para ilmuwan telah menandatangani “Deklarasi Baltimore” yang menyerukan penelitian lebih lanjut untuk mengeksplorasi potensi kultur sel organoid demi memajukan pemahaman kita tentang otak, dan melepaskan bentuk biokomputer baru sambil mengenali dan mengatasi implikasi etis yang terkait.

Menggunakan organoid yang tumbuh dari sel menguntungkan bagi para ilmuwan karena tidak memerlukan pengujian manusia atau hewan. Hartung telah menciptakan organoid otak fungsional sejak 2012 menggunakan sel kulit manusia yang diprogram ulang menjadi sel induk embrionik seperti keadaan.

Sel kulit manusia tersebut kemudian dapat digunakan untuk membentuk sel-sel otak dan, akhirnya, organoid dengan neuron yang sudah berfungsi dan fitur lain yang dapat menopang fungsi dasar seperti memori dan pembelajaran berkelanjutan. "Hal ini dapat membuka penelitian tentang bagaimana otak manusia bekerja," kata Hartung.

"Karena kamu dapat mulai memanipulasi sistem, melakukan hal-hal yang tidak dapat kamu lakukan secara etis dengan otak manusia."

Komputer yang “Hidup”

Picture: Frontiers

Hartung dan rekan-rekannya membayangkan merakit organoid otak menjadi bentuk baru, perangkat keras komputasi biologis, yang jauh lebih hemat energi daripada superkomputer saat ini.

“Otak masih belum tertandingi oleh komputer modern,” kata Hartung. "Frontier, superkomputer terbaru di Kentucky, seharga $600 juta, instalasi seluas 6.800 kaki persegi. Baru pada bulan Juni tahun lalu, untuk pertama kalinya komputer ini melampaui kapasitas komputasi satu otak manusia — tetapi menggunakan energi sejuta kali lebih banyak."

Hartung mengakui bahwa komputer memang lebih cepat dalam memproses angka dan data, tetapi ia berpendapat bahwa otak tetap lebih baik dalam menghadapi masalah logika yang kompleks.

"Komputer dan otak tidaklah sama, meski kami telah mencoba menjadikan komputer lebih mirip otak sejak awal era komputer. Janji OI adalah menambahkan beberapa kualitas baru." Ucapnya.

Baca juga: RadioGPT: Stasiun Radio Berbasis AI Pertama di Dunia Telah Hadir

Konsep-konsep seperti komputer biologis dan Organoid Intelligence dapat mengarah pada diskusi etika baru. Perbincangan tentang organoid yang menjadi hidup, kesadaran atau sadar diri, dan implikasi selanjutnya, telah berlangsung selama bertahun-tahun, meskipun teknologinya dianggap belum matang saat ini.

"Mungkin tidak ada teknologi tanpa konsekuensi yang tidak diinginkan," ucap Hartung, dikutip dari CNET. "Meskipun sulit untuk mengecualikan risiko seperti itu, selama manusia mampu mengontrol input dan output serta umpan balik ke otak tentang konsekuensi outputnya, manusia tetap memiliki kendali.”

“Namun, seperti AI, masalahnya akan segera muncul setelah kami memberikan Otonomi kepada AI atau OI. Mesin, baik yang berbasis silika atau mesin seluler, tidak boleh memutuskan kehidupan manusia." ujarnya lagi.

Organoid Intelligence dan biokomputer tidak akan menimbulkan ancaman bagi AI atau otak manusia yang tumbuh dengan cara kuno dalam waktu dekat. Namun, Hartung yakin inilah saatnya untuk mulai meningkatkan produksi organoid otak dan melatihnya dengan AI untuk mengatasi beberapa kekurangan dari sistem silikon yang ada.


(gfr)

Share :