Ancaman Limbah Elektronik Imbas Perkembangan Teknologi AI, Ini Faktanya!

Muhammad Haris Aminan . October 30, 2024

limbah elektronik AI
Foto : Encrypted

Teknologi.id - Isu dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh teknologi kecerdasan buatan (AI) generatif kini semakin menjadi perhatian, terutama terkait dengan konsumsi energi dan air. Namun, penelitian terbaru memperlihatkan dimensi lain dari dampak tersebut: potensi produksi limbah elektronik dalam jumlah yang mengejutkan akibat perkembangan pesat teknologi ini.

Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah Nature oleh tim dari Universitas Cambridge dan Chinese Academy of Sciences memberikan wawasan baru tentang besarnya limbah elektronik yang dapat dihasilkan oleh industri AI generatif. Studi ini menunjukkan bahwa permintaan yang terus meningkat untuk komputasi daya tinggi pada model AI yang semakin kompleks dapat menghasilkan timbunan limbah elektronik dalam jumlah yang sangat besar. Para peneliti memperkirakan bahwa pada 2030, skala limbah elektronik yang dihasilkan industri ini dapat setara dengan lebih dari 10 miliar unit iPhone setiap tahunnya—suatu angka yang mencengangkan jika dibandingkan dengan limbah elektronik saat ini.

Peneliti tersebut menggunakan berbagai skenario untuk memproyeksikan pertumbuhan industri AI, mencakup skenario rendah, menengah, dan tinggi. Dalam analisis mereka, aspek yang diperhitungkan meliputi peningkatan kebutuhan daya komputasi, jumlah perangkat keras yang dibutuhkan, serta masa pakai dari perangkat tersebut. Dengan menggunakan model ini, mereka menemukan bahwa limbah elektronik dari industri AI berpotensi meningkat secara signifikan, hingga ribuan kali lipat dibandingkan volume pada 2023. Mereka mengungkapkan bahwa jika tren ini berlanjut, volume sampah elektronik dapat naik dari sekitar 2.600 ton pada 2023 menjadi antara 400.000 hingga 2,5 juta ton per tahun pada 2030.

limbah elektronik AI
Foto : Technobusiness.id

Baca juga : Kalkulator AI Ciptaan Ilmuwan Inggris Ini Bisa Prediksi Kematian, Ini Penjelasannya

Makalah yang dikutip dari TechCrunch pada Selasa (29/10/2024) tersebut mencatat bahwa lonjakan besar ini disebabkan oleh peningkatan jumlah perangkat keras, seperti chip dan GPU, yang digunakan untuk menjalankan model AI. Perangkat keras ini cepat usang akibat pesatnya kemajuan teknologi dan meningkatnya permintaan komputasi dari model AI yang makin canggih. Model AI generatif, seperti model bahasa besar (large language models) yang mendukung chatbot, pencipta konten visual, dan lainnya, memerlukan sumber daya komputasi yang semakin besar agar tetap dapat menghasilkan output yang relevan dan akurat. Akibatnya, perangkat yang tidak lagi cukup canggih atau cepat akan cepat terbuang, mempercepat akumulasi sampah elektronik.

Untuk merespons tantangan ini, para peneliti merekomendasikan beberapa langkah mitigasi guna mengurangi jumlah limbah elektronik yang dihasilkan. Salah satunya adalah dengan mendaur ulang perangkat server yang tidak lagi digunakan daripada membuangnya begitu saja. Selain itu, komponen-komponen seperti modul komunikasi dan unit daya masih bisa digunakan kembali, yang berpotensi memperpanjang masa pakai perangkat keras tersebut.

Mereka juga menekankan pentingnya pengembangan perangkat lunak dan optimasi sistem, sehingga chip atau GPU dapat berfungsi lebih lama tanpa memerlukan penggantian yang terlalu sering. Menariknya, salah satu rekomendasi yang disarankan adalah agar perusahaan-perusahaan segera beralih ke GPU generasi terbaru daripada membeli lebih banyak GPU yang lebih lambat dan usang. Pendekatan ini, menurut mereka, tidak hanya dapat meningkatkan efisiensi komputasi tetapi juga dapat mengurangi jumlah perangkat yang akhirnya menjadi sampah elektronik.

Para peneliti memperkirakan bahwa jika langkah-langkah mitigasi ini diterapkan dengan serius, volume sampah elektronik dari industri AI dapat dikurangi sebesar 16-86%. Meski demikian, implementasi dan keberhasilan rekomendasi ini bergantung pada komitmen industri teknologi serta adanya regulasi dari pemerintah atau kebijakan lingkungan yang lebih ketat. Tanpa dukungan dan kesadaran yang memadai dari pelaku industri serta kebijakan lingkungan yang kuat, rekomendasi tersebut mungkin sulit terlaksana, dan produksi sampah elektronik yang dihasilkan oleh perkembangan AI generatif kemungkinan tetap akan meningkat.

Studi ini menegaskan bahwa teknologi AI tidak hanya berdampak pada pemakaian sumber daya energi dan air, tetapi juga menambah masalah lingkungan terkait limbah elektronik yang selama ini cenderung terabaikan. Dengan perhatian yang lebih besar terhadap isu ini, diharapkan masyarakat dan pelaku industri dapat mengembangkan strategi yang lebih ramah lingkungan untuk mengelola teknologi AI secara berkelanjutan di masa depan.

Baca berita dan artikel lain di Google News

(mha)


Share :