
Teknologi.id – Ruang publik
kini tidak lagi terasa sepenuhnya aman dari sorotan kamera. Fenomena fotografer
jalanan yang dengan mudah dapat dijumpai ini menimbulkan kekhawatiran publik. Pasalnya,
mereka memotret tanpa izin, lalu mengunggah foto tersebut ke dalam sebuah
aplikasi bernama FotoYu.
Nantinya, orang yang di foto dapat mengambil foto mereka di aplikasi
FotoYu dan membayar mulai dari puluhan ribu hingga ratusan ribu rupiah per foto.
Meskipun terdengar menguntungkan, tetapi terdapat bahaya tersembunyi
pada aplikasi tersebut. Dimana aplikasi ini berpotensi menjadi alat penyebaran
data tanpa izin dengan teknologi pengenalan wajah. Ditambah dengan
ketidaknyamanan pemilik foto yang merasa tidak memberikan izin kepada fotografer
untuk di foto.
Hal ini, menyebabkan fenomena fotografi jalanan yang dulunya dianggap seni
kini berubah menjadi isu sosial dan keamanan digital. Serta menimbulkan
pertanyaan “sejauh mana batas antara ruang publik dan privasi
pribadi?”
Fenomena Fotografi Jalanan Kian Menjamur
Seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan hidup sehat dengan
berolahraga di ruang publik, kini menjadi pemandangan umum di berbagai sudut
kota. Di pagi hari atau sore hari, sering kita melihat masyarakat yang berlari,
bersepeda atau sekadar berjalan santai.
Namun, di sisi lain, meningkatnya aktivitas publik ini juga
memunculkan praktik baru yakni kehadiran fotografer jalananan yang memanfaatkan
momen olahraga untuk mengambil foto tanpa izin.
Para fotografer ini biasanya
berada di pinggir jalan dengan membawa kamera profesional, lalu memotret setiap
pelari atau pesepeda yang melintas saat Car free Day (CFD) diakhir pekan atau
event lari.
Setelah itu, foto-foto yang dihasilkan akan diunggah ke media sosial
atau dijual secara dari melalui aplikasi FotoYu dan dibanderol dengan harga
yang bervariasi. Awalnya, kegiatan ini dinilai sebagai dokumentasi kegiatan tetapi
setelah memasuki ranah jual beli daring menimbulkan perdebatan publik.
Banyak orang yang mengaku merasa risih ketika mereka di foto dan foto mereka muncul di media sosial atau aplikasi tanpa izin. Mereka khawatir jika foto tersebut dapat di salahgunakan hingga menimbulkan peretasan data pribadi.
Baca juga: Difoto Tanpa Izin di Tempat Umum? Komdigi: Warga Bisa Gugat!
Ancaman Privasi Data di Aplikasi FotoYu
Aplikasi yang sering digunakan oleh para fotografer jalanan untuk
menjual-belikan hasil foto mereka yaitu aplikasi FotoYu.
FotoYu sendiri adalah sebuah aplikasi marketplace berbasis foto yang menggunakan
sejumlah teknologi AI, komputasi awan, otomatisasi, GPS, fintech dan beberapa
teknologi lainnya.
Fungsi utama dari aplikasi FotoYu ini adalah untuk menghubungkan
fotografi dengan objek foto lewat teknologi pengenalan wajah dan lokasi. Sehingga
fotografer dapat mengunggah foto yang nantinya foto tersebut dapat diunduh atau
dibeli oleh subjek foto.
Tetapi, tanpa disadari aplikasi FotoYu ternyata menyimpan bahaya tersembunyi.
Aplikasi tersebut dinilai terlalu banyak menyimpan data pribadi penggunanya melalui
rangkaian verifikasi yang meminta banyak akses data seperti nomor ponsel,
email, tanggal lahir, lokasi hingga data biometrik wajah.
Hal ini lah yang menyebabkan kekhawatiran masyarakat saat fotonya
berada di aplikasi FotoYu.
Hukum dan Regulasi Foto Tanpa Izin, Para Ahli Angkat Bicara
Sementara itu, ahli IT dan Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital
Kementerian Komunikasi dan Digital menyoroti tentang bahaya aplikasi FotoYu yang
mengambil data pribadi pengguna dengan alasan verifikasi. Mereka juga menghimbau
agar fotografer mematuhi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang sudah ditetapkan.
Konsultan IT di perusahaan keamanan siber di Asia, Afif Hidayatullah
menilai bahwa aplikasi berbagi foto FotoYu sudah melibatkan pengumpulan data
pribadi saat proses verifikasi identitas dengan teknologi pengenalan wajah atau
face recognition.
“Dari proses KYC (Know Your
Customer) yang minta data identitas, sampai pengumpulan foto pribadi dan
lokasi, semuanya terlalu berlebihan. Padahal, pengguna mungkin tidak sadar
seberapa besar data yang mereka berikan” ujar Afifi dikutip dari
Tekno.kompas
Diketahui, data wajah termasuk ke dalam data biometrik yang sangat
sensitif, sehingga jika terjadi kebocoran data akan berakibat dan dapat
dimanfaatkan untuk pemalsuan identitas atau penyalahgunaan.
“kalau sampai bocor, kita nggak
bisa ganti wajah semudah ganti password. Data itu bisa dimanfaatkan untuk deepfake
atau pemalsuan identitas. Jadi celahnya besar banget” tambah Afif.
Sedangkan Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian
Komunikasi dan Digital, Alexander Sabar mengingatkan tentang hak cipta yang
melarang pengkomersialan hasil foto tanpa persetujuan dari pemilik foto (objek
yang difoto).
“Ditjen Wasdig Kemkomdigi mengingatkan
bahwa masyarakat memiliki hak untuk menggugat pihak yang diduga melanggar atau
menyalahgunakan data pribadi, sebagaimana diatur dalam UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) dan UU
PDP (Perlindungan Data Pribadi)” kata Alexander.
Maka dari itu, perlu adanya peningkatan literasi digital dan pemahaman
mengenai perlindungan data pribadi dan etika pengguna teknologi kepada masyarakat.
Sehingga mereka dapat mengantisipasi dan berani untuk menegur para fotografer
jika tidak ingin di foto tanpa izin.
Mari kita ciptakan ruang publik yang aman dan nyaman serta dapat
menjaga privasi di ruang publik digital.
Baca artikel dan berita lainnya di Google News
(SS)

Tinggalkan Komentar