Teknologi.id - Bank Indonesia (BI) saat ini tengah mempersiapkan mata uang rupiah digitalnya sendiri melalui Central Bank Currency Digital (CBDC).
Dijelaskan oleh Asisten Gubernur BI, Juda Agung, tujuan peluncuran mata uang rupiah digital salah satunya adalah untuk memerangi aset kripto yang ramai beredar di dalam negeri.
"Menurut hemat kami, CBDC sebagai upaya mengatasi penggunaan cryptocurrency di dalam transaksi perekonomian," jelas Juda Agung dalam paparannya di hadapan Komisi XI DPR saat dirinya melakukan uji kelayakan sebagai Deputi Gubernur BI, Selasa (30/11/2021).
Baca juga: Lima Aset Kripto Metaverse Paling Top
Menurut Juda, aset kripto tidak seharusnya dijadikan komoditi di Indonesia karena dampaknya yang sangat signifikan terhadap sistem keuangan pemerintah.
Juda juga berpendapat bahwa aset kripto yang saat ini bernaung di bawah pengawasan Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), juga dinilai oleh Juda seharusnya bukan berada di ranah Bappebti.
Harapan Juda, aset kripto sebagai komoditi bisa dikaji ulang dan diatur di dalam Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
"Yang menarik sekarang kripto di bawah Bappebti. Ini perlu kita kaji di dalam RUU P2SK, dan perlu dudukan dengan baik, artinya kripto as komoditi. Padahal implikasinya cukup signifikan pada sistem keuangan," tambahnya.
"Sepakat perlu dikaji kembali dan mestinya bukan di Bappebti pengawasan mengenai bursa kripto ini," lanjut Juda.
Baca juga : Shiba Inu (SHIB) Siap-Siap Gemparkan Metaverse
Juda memandang bahwa masyarakat perlu memahami bahwa saat ini aset kripto tidak aman, karena tidak ada underlying-nya.
Karena itulah, Juda menegaskan perananan Central Bank Digital Currency (CBDC) alias rupiah digital sebagai upaya BI dalam memerangi transaksi kripto. Dengan adanya rupiah digital ini, Juda optimistis masyarakat akan beralih ke mata uang digital yang resmi.
"Kalau dengan kripto bisa melakukan transaksi pembayaran digital. Dengan adanya CBDC, orang akan percaya pada CBDC, rupiah digital Indonesia. Orang akan lebih percaya bank sentral dibandingkan dengan kripto," tuturnya.
Uang kertas dan logam tetap eksis
Ditambahkan oleh Juda, keberadaan uang kertas maupun logam nantinya tidak akan hilang atau tergantikan ketika rupiah digital terbit.
Hal itu dikarenakan, porsi peredaran rupiah digital nantinya akan disesuaikan dengan kebutuhan di masyarakat.
Konsep tersebut tentunya mampu mengurangi risiko, seperti gangguan pada sistem atau yang lebih buruk yaitu mati listrik.
"CBDC di dalam implementasinya bisa dilakukan secara bertahap. Sekian persen 20% dari uang beredar, tidak full menggantikan, tetap uang kertas uang logam dan digital itu," jelasnya.
"Kalau semua serba digital akan menjadi risiko besar sehingga harus dilakukan, harus tetap ada uang kertas uang logam," pungkas Juda.
(dwk)
Tinggalkan Komentar