Ikuti Indonesia, Korea Selatan Perketat Aturan Kartu SIM demi Perangi Penipuan

Wildan Nur Alif Kurniawan . December 23, 2025


Foto: Wikipedia

Teknologi.id – Selama ini, Indonesia sering kali berkaca pada Korea Selatan dalam hal kemajuan teknologi dan inovasi digital. Namun, kali ini roda berputar. Dalam sebuah langkah yang mengejutkan industri telekomunikasi global, Pemerintah Korea Selatan (Korsel) memutuskan untuk mengadopsi pola regulasi ketat yang telah dijalankan oleh Indonesia terkait pendaftaran kartu SIM prabayar.

Melansir laporan CNBC Indonesia, Senin (22/12/2025), Korea Selatan kini tengah bersiap merombak total sistem registrasi kartu SIM mereka. Keputusan ini diambil setelah melihat efektivitas kebijakan di Indonesia yang mewajibkan identitas tunggal bagi setiap pengguna nomor ponsel. Bahkan, kedua negara kini sama-sama melangkah menuju teknologi masa depan yang lebih aman: verifikasi biometrik atau pemindaian wajah (facial recognition).

Indonesia Sebagai Pionir Regulasi Ketat

Sejarah mencatat bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang paling awal dan paling berani menerapkan aturan registrasi kartu SIM prabayar berbasis NIK dan Kartu Keluarga (KK) secara masif sejak tahun 2017. Meskipun awalnya menuai pro dan kontra, kebijakan ini terbukti menjadi fondasi penting dalam menekan angka kejahatan siber anonim.

Keberhasilan Indonesia dalam "mendisiplinkan" jutaan pengguna nomor seluler inilah yang menarik perhatian otoritas di Seoul. Korea Selatan, yang saat ini tengah menghadapi badai kejahatan voice phishing (penipuan suara) yang sangat terorganisir, merasa perlu menerapkan sistem yang serupa namun lebih canggih untuk memverifikasi identitas pengguna mereka secara absolut.

Korea Selatan Mulai Terapkan "Gaya Indonesia"

Mulai Maret 2026, Korea Selatan akan mewajibkan seluruh operator seluler besar mereka, seperti SK Telecom, KT, dan LG Uplus, untuk meninggalkan sistem registrasi lama. Mereka akan menerapkan sistem yang mewajibkan setiap calon pelanggan melakukan pemindaian wajah yang terhubung langsung dengan basis data kependudukan nasional mereka.

Langkah Korsel ini disebut sebagai pengembangan dari pola regulasi Indonesia. Bedanya, jika Indonesia memulai dengan data teks (NIK), Korea Selatan langsung melompat ke data biometrik wajah untuk memastikan tidak ada lagi celah bagi warga asing atau sindikat kriminal menggunakan identitas palsu untuk mengaktifkan nomor ponsel.

Kerugian akibat penipuan suara di Korea Selatan telah mencapai angka triliunan won, yang memaksa pemerintah mereka untuk bertindak tegas dan "belajar" dari model pengawasan yang diterapkan di Asia Tenggara, khususnya Indonesia.

Indonesia Level Up: Menuju Biometrik Juli 2026

Tak mau kalah dan terus berinovasi, Indonesia pun menaikkan standar keamanannya. Sesuai dengan pengumuman terbaru dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi), per 1 Juli 2026, sistem registrasi kartu SIM di tanah air akan berubah total.

NIK dan nomor KK tidak akan lagi cukup untuk mengaktifkan kartu perdana. Pengguna wajib melakukan scan wajah. Kebijakan ini diambil untuk menutup lubang keamanan yang selama ini sering dimanfaatkan oknum, yaitu menggunakan data NIK dan KK hasil kebocoran internet milik orang lain.

Dengan teknologi biometrik, identitas digital masyarakat Indonesia akan terlindungi secara jauh lebih kuat. Mesin akan memastikan bahwa wajah orang yang mendaftar di depan kamera ponsel sama persis dengan foto yang tersimpan di server Dukcapil. Ini adalah evolusi dari sistem yang sudah ada, sekaligus jawaban atas tantangan kejahatan siber yang semakin komplek.


Foto: Verihubs

Baca juga: Aturan Baru 2026: Registrasi SIM Card Wajib Rekam Wajah, Simak Cara Daftarnya

Perang Melawan Sindikat "Nomor Hantu"

Alasan utama di balik adopsi aturan ini, baik di Indonesia maupun di Korea Selatan, adalah untuk memberantas apa yang disebut sebagai "nomor hantu". Ini adalah ribuan kartu SIM yang aktif tanpa pemilik yang jelas, yang biasanya digunakan untuk:

  • Judi Online: Mengirimkan pesan promosi masif kepada masyarakat.
  • Voice Phishing: Menipu korban dengan mengaku sebagai pihak bank atau kepolisian.
  • Penyebaran Hoaks: Menggerakkan opini publik melalui nomor-nomor bot.

Dengan sistem biometrik wajah, setiap nomor ponsel akan memiliki "wajah" penanggung jawab yang nyata. Jika nomor tersebut digunakan untuk kejahatan, penegak hukum dapat dengan mudah mengidentifikasi pelakunya. Hal ini memberikan efek jera yang sangat kuat bagi para pelaku kriminal siber.

Tantangan Keseragaman Teknologi

Meskipun Korea Selatan mengikuti jejak Indonesia, tantangan yang dihadapi kedua negara tentu berbeda. Korea Selatan didukung oleh infrastruktur internet yang sangat stabil dan merata, sementara Indonesia harus bekerja ekstra keras untuk memastikan server biometrik dapat diakses dengan lancar dari Sabang sampai Merauke.

Pemerintah Indonesia kini tengah bekerja sama dengan penyedia teknologi biometrik dan operator seluler untuk memastikan proses pemindaian wajah nantinya bisa dilakukan dengan cepat, ringan (tidak memakan banyak kuota), namun tetap memiliki tingkat akurasi yang tinggi.

Kebanggaan atas Regulasi Nasional

Fenomena Korea Selatan yang mengadopsi pola regulasi Indonesia ini membuktikan bahwa Indonesia mampu menjadi pemimpin dalam hal kebijakan keamanan digital. Kita tidak lagi hanya menjadi konsumen teknologi, tetapi juga menjadi penentu tren regulasi yang diikuti oleh negara maju.

Transisi besar pada 1 Juli 2026 nanti mungkin akan terasa sedikit asing bagi sebagian masyarakat. Namun, dengan berkaca pada keberhasilan di Korea Selatan, kita bisa optimistis bahwa sistem scan wajah ini akan membuat hidup kita jauh lebih tenang dari gangguan penipu dan pelaku kriminal digital.

Baca berita dan artikel lainnya di Google News.

(WN/ZA)

author0
teknologi id bookmark icon

Tinggalkan Komentar

0 Komentar