.jpg)
Foto: ohayojepang.compas
Teknologi.id - Saat populasi dunia semakin menua, negara-negara maju seperti Jepang jadi uji coba nyata bagaimana teknologi bisa menyelamatkan masyarakat dari beban demensia. Dengan hampir 30 persen warganya berusia 65 tahun ke atas, Jepang hadapi krisis di mana lebih dari 7 juta orang menderita demensia, dan angka itu diprediksi naik dua kali lipat pada 2030. Tapi, di tengah tantangan itu, AI dan robot mulai berperan besar, dari deteksi dini hingga bantu tugas harian. Di era di mana teknologi tak lagi sekadar gadget, inisiatif Jepang tunjukkan bagaimana inovasi bisa menjaga martabat lansia sembari mengurangi tekanan pada sistem kesehatan.
Baca juga: Be My Eyes Raih Apple Award 2025: AI dan Relawan Ubah Hidup Tunanetra
Pengumuman
Strategi Teknologi untuk Demensia
Pemerintah Jepang umumkan strategi nasional demensia pada akhir 2024, dengan fokus utama integrasi AI dan robot untuk dukung 7 juta penderita demensia saat ini. Strategi ini lahir dari data Kementerian Kesehatan yang perkirakan biaya perawatan naik dari 9 triliun yen pada 2025 menjadi 14 triliun yen pada 2030. Lebih dari 18.000 lansia demensia hilang dari rumah tahun lalu, dengan hampir 500 ditemukan meninggal, angka yang dua kali lipat dari 2012. Strategi ini libatkan kolaborasi antara perusahaan tech seperti Fujitsu, Sharp, dan Waseda University, dengan tujuan deteksi dini, pemantauan harian, dan dukungan emosional. Populasi lansia 65 tahun ke atas, yang capai 29 persen total penduduk Jepang (kedua tertinggi dunia setelah Monaco), jadi pendorong utama.
Detail Teknologi Pendukung dan Fitur Utama
Teknologi Jepang fokus pada solusi praktis yang gabungkan AI dengan interaksi manusia. Fujitsu's aiGait, misalnya, gunakan AI analisis pola jalan dan postur dari data motion-capture untuk deteksi dini demensia. Sistem ini menghasilkan outline skeletal untuk menjadi tinjauan dokter saat check-up rutin, identifikasi gejala seperti langkah terseret atau belok lambat. Ini membantu intervensi awal seperti terapi kognitif atau ubah gaya hidup.
AIREC, robot humanoid 150 kg dari Waseda University, didesain untuk membantu tugas fisik seperti menggunakan kaus kaki, goreng telur, atau lipat pakaian. Robot ini dirancang dengan komunikasi natural, dapat mengenali emosi untuk mendeteksi agitasi atau kecemasan, dan respon sesuai. Versi masa depan targetkan robot dapat mengganti popok dewasa secara lembut agar mencegah luka atau tekanan saat pasien tertidur.
Robot lain di panti jompo dapat memutar musik, memandu latihan peregangan sederhana, dan memantau keadaan pada malam hari lewat sensor di bawah kasur untuk memantau kondisi. Ini kurangi kebutuhan manusia untuk melakukan cek rutin kedalam kamar.
Poketomo dari Sharp, robot mungil 12 cm yang bisa dibawa di tas atau saku, yang dirancang untuk mengingatkan konsumsi obat, beri instruksi cuaca real-time, dan tawarkan obrolan untuk kurangi isolasi sosial bagi lansia yang tinggal sendiri.
Asisten virtual seperti Amazon Alexa dan Google Assistant dibuat khusus untuk menjadi asisten pengingat, memberikan berita, dan menjadi teman bicara via suara yang responsif. Sistem ini dapat mengurangi kebingungan pada lansi dan memberikan dukungan maksimal untuk kemandirian penderita.

Foto: kokujapan
Disisi lain, sudah ada layanan aplikasi yang cukup membantu penderita, salah satunya Be My Yes. Be My Eyes layani 340 juta tunanetra dan low vision global, yang jumlahnya naik karena penuaan populasi, degenerasi makula, dan diabetes. Aplikasi ini kurangi isolasi dengan panggilan singkat yang cegah depresi dan kesepian. Banyak pengguna memilih untuk menggunakan jasa relawan guna kenyamanan emosional, meski AI dapat memberikan respon lebih cepat. Di konteks industri, aplikasi ini tunjukkan bagaimana AI bisa melengkapi, bukan menggantikan keberadaan manusia. Dengan 16.000 pengguna baru per bulan, Be My Eyes dorong inklusi digital, di mana teknologi tak tinggalkan siapa pun. Di Indonesia, di mana 15 juta tunanetra butuh akses lebih baik, aplikasi seperti ini jadi model untuk kembangkan solusi lokal.
Baca juga: Hyodol: "Cucu" Versi Robot AI Korea Selatan Hadir Atasi Kasus Bunuh Diri Lansia
Teknologi Sebagai Pendamping
Teknologi Jepang tunjukkan masa depan perawatan lansia di mana AI dan robot saling lengkapi intervensi manusia. Dengan ekspansi terus, inisiatif ini janji masyarakat lebih terhubung dan inklusif, di mana demensia tak lagi isolasi. Saat teknologi maju, model ini jadi pengingat bahwa inovasi terbaik lahir dari empati terhadap tantangan penuaan.
Baca berita dan artikel lainnya di Google News
(AA/ZA)

Tinggalkan Komentar