Foto: Forbes
Teknolgoi.id - Startup Indonesia senantiasa berinovasi dalam bidang-bidang yang kian beragam. Tak hanya bidang yang berkaitan langsung dengan informasi dan teknologi, kini para pengusaha muda turun langsung ke lapangan, melayani lapisan masyarakat yang belum banyak dijangkau. Salah satunya adalah JALA Tech, startup yang bergerak di bidang agrikultur dengan fokus utama pada pertambakkan udang. JALA Tech menghadirkan layanan perangkat internet of things (IoT) untuk mengukur kualitas air tambak udang yang akan membantu para petambak untuk mengidentifikasi anomali air, kondisi, serta kualitas tambak, sehingga mereka bisa menentukan waktu yang tepat untuk panen.
Jasa JALA Tech mendapat tanggapan positif dari banyak petambak udang. Dengan JALA Tech, pekerjaan para petambak kini lebih mudah, efisien, dan bahkan mereka terima dengan biaya terjangkau. Di balik dampak positif di sektor akuakultur ini adalah pendiri sekaligus CEO JALA Tech, Liris Maduningtyas. Liris yang lahir pada 13 Januari 1992 ini berasal dari Sleman. Ia mengenyam pendidikan di Jurusan Teknik ElektroUniversitas Gadjah Mada (UGM) dan lulus pada tahun 2014. Sebelum menjadi pendiri Jala Tech, Liris sempat tergabung dalam proyek bernama Gelombang Reksa pada tahun 2015, yang mana menjadi cikal bakal berdirinya JALA. Gagasan JALA muncul ketika Liris bekerjasama dengan Aryo Wiryawan (sekarang menduduki jabatan Chairman JALA) yang sudah lama menekuni bidang tambak udang. Liris, Aryo, dan rekan-rekan proyek mereka menemukan bagaimana kualitas air menjadi faktor penting dalam kesuksesan panen tambak. Mereka mulai melakukan survei terhadap para petani tambak udang. Hasil penelusuran tersebut pun mengemukakan bagaimana para petambak masih mengandalkan insting mereka dalam mengecek kualitas air tambak. Saat itu para petambak masih menggunakan cara tradisional, di mana mereka mencelupkan jari ke kolam, lalu mencecap rasa air tambak untuk mengetahui kondisinya. Dengan metode tradisional yang tentu jauh dari akurat, Liris pun bersiasat untuk membantu mengembangkan sistem pertambakkan udang dengan memanfaatkan teknologi. Pada akhir 2016, Liris bersama tim pendiri mencanangkan berdirinya startup JALA. Baca Juga: Melalui Startup Teknologi, Petani Dimudahkan Akses ke Pasar Pada 2018, platform monitor kualitas air JALA berkembang menjadi platform pengelolaan tambak. Mereka bergabung dengan Hatch Accelerator Program sehingga secara resmi menyandang titel JALA Tech. Foto: JALA Dalam wawancaranya dengan The Fish Site (September 2018), Liris menjelaskan lebih lanjut bagaimana perkembangan teknologi yang dilayani JALA Tech. Saat itu mereka menggunakan machine learning untuk memberi notifikasi peringatan dini dan support system bagi para petani agar mereka bisa mengatur waktu pengurusan tambak. Dalam menjalankan kerjanya, Liris sebagai direktur memanajemen timnya, memantau produksi, hingga masih juga mengunjungi langsung para petani udang untuk melihat situasi lapangan dan mengumpulkan feedback. Melalui wawancara itu pula Liris menuturkan bagaimana tantangan utamanya adalah mengenai waktu. Sebagai CEO, Liris harus mengorbankan banyak waktu luangnya. Liris juga menyebutkan bagaimana, sebagai masyarakat Asia Tenggara, menjadi seorang pebisnis perempuan seperti melawan arus. Namun menghadapi pesimisme dari lingkungan sekitar, Liris justru semakin termotivasi untuk sukses. Ia pun berhasil membuktikan dirinya dalam bisnis akuakultur dan menyelesaikan berbagai masalah. Pada tahun 2021, Liris dinobatkan Forbes dalam daftar 30 Under 30 untuk industri manufacturing and energy. JALA Tech pun terus berkembang dengan program-program terobosannya. Mereka mengusung program Tambak Pintar pada 2019 untuk mendukung petani-petani skala kecil. Mereka juga meluncurkan metode pembayaran PanenUdang, LabUdang untuk memonitor kesehatan, hingga memperkenalkan alat baru bernama JALA Dojeto. Pada tahun 2022, JALA mulai merambah ke pasar Asia Tenggara, di mana mereka bergabung dalam program Kick Off Pilot di Vietnam. Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News (nar)
Tinggalkan Komentar