Foto: Gojek
Teknologi.id - Siapa tak mengenal Gojek? Nama ini disandang pelopor ojek online Indonesia yang sukses mencetak sepak terjang gemilang. Mulai dari sarana transportasi hingga ekspedisi, Gojek (yang sekarang bergabung dengan Tokopedia menjadi GoTo) telah memberi kontribusi hingga triliunan rupiah per tahun bagi perekonomian Indonesia. Tak hanya di Indonesia saja, sekarang Gojek sudah melebarkan sayap hingga ke negara-negara tetangga seperti Singapura, Vietnam, Thailand, dan Filipina. Dengan daftar pencapaian dan jasanya tersebut, tak heran Gojek menerima berbagai penghargaan, mulai dari dalam hingga luar negeri. Di balik kesuksesan Gojek, kita mesti berkilas balik cukup jauh hingga ke tahun 2010. Itu baru hanya akan membahas tentang bagaimana Gojek lahir dan berkembang. Sebelumnya lagi ada sosok pendirinya, Nadiem Makarim, yang walaupun kini sudah tidak menjabat sebagai presidennya Gojek, tapi bisa kita ulik kembali masa-masa sebelum ia membangun perusahaan besar ini. Nadiem lahir di Singapura pada 4 Juli 1984. Ayahnya seorang pengacara, sedangkan ibunya seorang penulis lepas. Nadiem sempat mengenyam pendidikan dasar di Jakarta, sebelum kemudian melanjutkan SMA dengan kembali ke Singapura. Selepas lulus SMA, Nadiem melanjutkan studi di jurusan Hubungan Internasional di Brown University, Amerika Serikat pada tahun 2002. Pada masa kuliah sarjananya, Nadiem sempat mengikuti program pertukaran pelajar di London School of Economics. Begitu mendapat gelar sarjana, tiga tahun kemudian ia melanjutkan pendidikan pascasarjana di Harvard Business School, jurusan Administrasi Bisnis. Sebelum sempat lanjut ke studi pascasarjana, Nadiem sudah mulai meniti dunia karir lewat menjadi konsultan di McKinsey & Company. Barulah setelah ia mendapat gelar MBA, ia menjadi bagian dari tim pendiri Zalora Indonesia. Karirnya sempat berlanjut pula sebagai Chief Innovation Officer (CIO) untuk Kartuku. Barulah setelahnya Nadiem mulai menjejaki masa-masa perintisan Gojek. Baca Juga: Gojek dan Tokopedia Resmi Merger Menjadi GoTo Mengutip Kompas Tekno, Nadiem mengaku sebagai seorang pengguna setia layanan ojek. Dengan kendaraan motor roda dua, ia bisa menembus lalu lintas Jakarta lebih cepat dibandingkan naik mobil sendiri. Saking seringnya naik ojek, Nadiem jadi akrab dengan para supir ojek langganannya. Ia pun mulai belajar seluk-beluk dan keseharian para tukang ojek ini. Nadiem mengemukakan, dari mendengar cerita para supir, bahwa tukang ojek bisa kerja hingga 14 jam sehari dan hanya dapat penumpang sekitar 4 kali dalam sehari itu. Sembari menunggu pelanggan pula, para supir ini hanya bisa mangkal dan tidak banyak melakukan kegiatan produktif lainnya. Berangkat dari sanalah, Nadiem m mulai merintis perusahaan sendiri. Nadiem bersiasat untuk mendirikan sebuah layanan yang mampu menghubungkan penumpang dengan pengemudi ojek dengan cepat. Hingga akhirnya pada 13 Oktober 2010, Gojek (saat itu ditulis GO-JEK) resmi berdiri dengan 20 pengemudi dan 1 call center yang beroperasi khusus di Jakarta. Bisa ditebak, cara memesan layanan Gojek pada masa itu adalah lewat telepon melalui call center tersebut. Foto: Call Center Gojek (from Tech in Asia) Mengutip wawancaranya dengan Tech in Asia, Nadiem menjelaskan, “Saya mulai dengan sebuah call center, lalu rekrut 20 supir. Kemudian mereka (para supir) jadi perekrut.” Gojek diawali dengan informasi mulut ke mulut, hanya sebatas mengajak teman dan keluarga, hingga kemudian terus berkembang secara bertahap dan mengambil rentang waktu yang cukup lama. Pada tahun 2014, ketika di Amerika Uber sedang populer, Nadiem dipertemukan dengan peluang lebih dan mulai mendapat tawaran investasi untuk mengembangkan Gojek. Pada 7 Januari 2015, Gojek resmi meluncurkan aplikasi untuk Android dan iOS. Semenjak itulah, sistem pemesanan lewat call center dihentikan. Gojek pun mulai mendapat berbagai pendanaan. Di antaranya dari NSI Ventures hingga Sequoia Capital pada Juni dan Oktober 2015. Kemudian pada tahun 2016, Gojek mendapat pendanaan senilai US$550 juta dari lebih banyak lagi investor. Perkembangan pesat ini pun semakin mengundang ketertarikan perusahaan raksasa untuk ikut berinvestasi, antara lain Google, Astra International, Paypal, hingga Facebook. Gojek menolak hanya berkembang sebatas menjadi layanan transportasi online. Mereka juga ingin menjadi perusahaan fintech lewat GoPay. Untuk mendapatkan lisensi, pada akhir 2016 mereka mengakuisisi Ponselpay yang sudah memiliki lisensi uang elektronik dari Bank Indonesia. Foto: GoPay Pada tahun 2017, Gojek menduduki peringkat ke-17 dari 20 perusahaan yang mengubah dunia versi Fortune. Pada saat itu, Gojek sudah lebih banyak lagi mengakuisisi dan bermitra dengan berbagai pihak. Hingga akhirnya pada 2018, Gojek melakukan ekspansi ke empat negara di Asia Tenggara, yaitu Singapura, Thailand, Vietnam, dan Filipina. Ranah layanan Gojek pun kian. Tak hanya transportasi dan finansial, tapi juga gaya hidup seperti jasa antar makanan hingga bersih-bersih. Pada tahun 2019, Nadiem yang resmi ditunjuk sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) pun mundur dari jabatan CEO Gojek yang saat itu sudah memiliki valuasi lebih dari 10 miliar dollar AS dan menyandang status decacorn. Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News (nar)
Tinggalkan Komentar