Foto: Muhammad Rifki/Agence France-Presse — Getty Images
Teknologi.id - Beberapa hari yang lalu terjadi gempa bumi bermagnitudo 7,4 skala richter di Sulawesi Tengah dikarenakan pergerakan mendatar sesar Palu-Koro hingga mengakibatkan tsunami setinggi 3 meter. Nugroho Dwi Hananto selaku peneliti geofisika kelautan Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI) mengatakan para
peneliti tidak menyangka gempa berkekuatan 7,4 tersebut bisa mengakibatkan tsunami.
Menurut Nugroho, gempa tersebut
seharusnya tidak menyebabkan tsunami. Belum lagi mengingat pergerakan mendatar tidak secara efektif bisa mengakibatkan tsunami. Ia pun menyontohkan gempa di Wharton pada tahun 2012 yang berkekuatan 8,5 SR tapi hanya menghasilkan tsunami setinggi 30 cm.
"Kalau ukuran parameter, gempa tersebut masih tergolong kecil dalam konteks penyebab tsunami itu kecil. Para ahli tidak menyangka kalau gempa dengan mekanisme (pergerakan) seperti itu dan besarnya demikian akan bisa menghasilkan tsunami," kata Nugroho pada CNNIndonesia.com, Rabu (3/10).
Menurutnya, terjadinya tsunami ini dikarenakan dua faktor, yang pertama yakni
bentuk geomorfologi teluk Palu hingga Donggala yang mengamplifikasi kekuatan tsunami. Bentuk geomoroflogi dasar laut yang sangat curam hingga melebihi 60 derajat sehingga dapat mengakibatkan longsor sehingga terjadi tsunami.
Foto: Antara Foto/Reuters.
Faktor kedua adalah
bentuk teluk Palu terlihat seperti kanal tertutup sehingga bisa mengamplifikasi kekuatan massa air laut yang datang.
"Para ahli setuju bentuk teluk Palu seperti kanal tertutup. Kalau dilihat di peta, teluk Palu menjorok ke dalam. Seperti saluran air selokan yang ujungya satu terbuka dan satu tertutup. Kalau digelontorkan air dari ujung yang terbuka, di ujung yang tertutupnya pasti muncrat," ujarnya.
Karen itulah Nugroho mengatakan bahwa
gempa Palu ini unik dan penting sebagai bahan studi untuk memperbaiki sistem peringatan dini tsunami.
Tinggalkan Komentar