Lumpur Laut, Sebagai Pemecah Masalah Biofuel Saat Ini

Kemala Putri . October 16, 2018
Teknologi.id - Yang dianggap hanya sebagai 'lumpur laut' sebenarnya menawarkan solusi untuk meningkatkan produksi dan panen bahan bakar, menurut penelitian terbaru. Bukti konsep terbaru adalah platform produksi biofuel yang menggunakan dua spesies ganggang laut dan jamur tanah. Ini menurunkan biaya budidaya dan panen serta meningkatkan produktivitas, faktor-faktor inilah yang menahan perkembangan biofuel. Spesies alga, Nannochloropsis oceanica, dan fungi, Mortierella elongate, keduanya menghasilkan minyak yang bisa dipanen dan digunakan manusia. Keduanya merupakan komponen dalam biofuel yang menggerakkan mobil, dan kaya asam lemak omega 3 yang bermanfaat bagi kesehatan jantung. Ketika para ilmuwan menempatkan dua organisme di lingkungan yang sama, ganggang kecil menempel pada jamur untuk membentuk massa besar yang terlihat oleh mata telanjang. Metode agregasi ini disebut bio-flokulasi. Ketika dipanen bersama, organisme menghasilkan lebih banyak minyak daripada ditanam dan dipanen terpisah.

Tiga keuntungan besar

"Kami menggunakan organisme alami dengan afinitas tinggi satu sama lain," kata rekan penulis studi Zhi-Yan (Rock) Du, dari departemen biologi molekuler di Michigan State University. “Ganggang sangat produktif, dan jamur yang kita gunakan tidak beracun bagi kita dan juga dapat dimakan. Ini adalah jamur tanah yang sangat umum yang dapat ditemukan di halaman belakang Anda.” Para peneliti membahas keuntungan lain untuk penemuan biofuel ini, diantaranya:
  • Keberlanjutan, karena tidak bergantung pada bahan bakar fosil. Jamur tumbuh di limbah atau sisa makanan, sementara alga tumbuh di air laut.
  • Penghematan biaya, karena mudah mendapat alga dan jamur dalam jumlah besar dengan alat sederhana, seperti sepotong jaring.
  • Mudah terukur, karena organisme merupakan strain liar yang belum dimodifikasi secara genetika. Mereka tidak menimbulkan risiko menginfeksi lingkungan apa pun yang bersentuhan dengan mereka.
Para peneliti juga mendiskusikan bagaimana penemuan mereka memecahkan dua masalah yang menghambat produksi biofuel. [embed]

Menyelesaikan masalah

Bio-flokulasi adalah pendekatan yang relatif baru. Sistem biofuel cenderung bergantung pada satu spesies, seperti ganggang, tetapi produktivitas dan biaya menjadi masalahnya. Masalah pertama muncul karena sistem yang hanya mengandalkan alga mempunyai produktivitas minyak rendah. “Ganggang dapat menghasilkan minyak dalam jumlah besar ketika pertumbuhan mereka terhalang oleh tekanan lingkungan, seperti kekurangan nitrogen. Metode populer di laboratorium untuk minyak alga adalah menumbuhkan sel-sel ke tingkat kepadatan tinggi dan kemudian melaparkannya dengan memisahkan mereka dari nutrisi dengan sentrifugasi dan beberapa metode pencucian, ”kata Du. "Pendekatan ini melibatkan banyak langkah, waktu, dan tenaga kerja dan tidak praktis untuk produksi skala industri." Pendekatan baru memberi makan ganggang dengan amonium, salah satu sumber nitrogen yang ganggang dapat dengan cepat digunakan untuk pertumbuhan. Namun, para peneliti mengontrol pasokan amonium sehingga ganggang menghasilkan kerapatan sel maksimum dan secara otomatis memasuki kelaparan nitrogen. Diet nitrogen yang dipantau secara ketat dapat meningkatkan produksi minyak dan menurunkan biaya. Masalah kedua adalah mahalnya biaya panen karena alga sangat kecil dan sulit dikumpulkan. Pemanenan bisa mencapai 50 persen dari biaya produksi minyak. “Dengan bio-flokulasi, agregat jamur dan ganggang mudah dipanen dengan alat sederhana dan murah,” kata Du. Ke depan, para ilmuwan ingin memproduksi massal biofuel dengan sistem ini. Mereka juga tahu seluruh genom dari kedua organisme dan bisa menggunakan alat rekayasa genetika untuk lebih meningkatkan metodenya. (DWK)
author0
teknologi id bookmark icon

Tinggalkan Komentar

0 Komentar