Potensi Bisnis Pariwisata & Kebutuhan 50.000 unit Kamar Hotel di Tahun 2019/2020
Ada beberapa hal yang menyebabkan potensi bisnis hospitality, nama lain dari industri perhotelan kian hari kian meningkat. Pertama jumlah penduduk Indonesia yang saat ini berjumlah 267 juta jiwa. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan, maka potensi wisata alamnya cukup menarik dan banyak pilihan.
Bicara soal sektor pariwisata, yang di dalamnya ada industri hospitality ( perhotelan). Rasanya inilah salah satu sektor yang cukup siap dalam menghadapi Era Industri 4.0. Betapa tidak, jika kita lihat kondisi yang terjadi dalam industri perhotelan maka kita akan dengan mudah melihat perubahan dan perkembangan yang begitu terlihat dari industri tersebut. Dimana saat ini pelaku bisnisnya tidak hanya memasarkan produkya secara konvensional tapi sudah masuk dalam konsep digital marketing dengan memanfaatkan teknologi digital untuk memperluas jaringan pemasaran hotelnya.
Bagusnya kondisi dalam industri perhotelan-pun turut di amini oleh Garth Simmons, COO Accor Hotel Indonesia, Malaysia dan Singapura. Menurutnya, saat ini pasar wisatawan domestik/ komunitas lokal sangat bagus. Itulah yang pada akhirnya dengan melihat besarnya potensi yang ada di dalam negeri, maka Manajemen Accor menambah 4 hotel baru lagi di Indonesia. Tidak bisa di pungkiri, perubahan struktur bisnis yang terjadi pada industri perhotelan memang pada akhirnya membawa dampak positif dan negatif bagi pelaku industrinya sendiri.
Ambil contoh, untuk dampak positifnya, saat ini masalah klasifikasi hotel bintang bisa jadi tidak selalu menjadi perhatian customer. Karena dengan model pemesanan online, maka rumah tinggal-pun bisa dijadikan objek pemesanan customer pada saat mereka sedang berlibur ke suatu tempat wisata. Negatifnya adalah dengan begitu mudahnya customer melakukan pemesanan hotel atau tempat menginap lainnya secara langsung hal itu membawa dampak pada penurunan tingkat hunian hotel di suatu lokasi wisata tertentu.
Kondisi inilah yang pada akhirnya menjadi satu pemikiran tersendiri bagi para pelaku bisnis di sektor industri perhotelan. Era Industri 4.0 yang saat ini sedang terjadi, memang perubahan yang terjadi pada iklim bisnis perhotelan di pengaruhi oleh beberapa hal seperti : terjadinya perkembangan teknologi komunikasi, munculnya generasi millennial yang pada akhirnya memiliki peran cukup signifikan dalam mempengaruhi sebuah sektor bisnis serta terjadinya perubahan pola pikir dan sikap dari pelaku industrinya agar perubahan yang terjadi dalam industri tersebut tidak membawa dampak negatif bagi perubahan kinerja perusahaan hotelnya.
Untuk itulah, menyikapi perubahan yang begitu cepat, maka pelaku dalam industri perhotelan perlu melakukan terobosan atau inovasi-inovasi strategis guna menyikapi kondisi yang saat ini terjadi. Seperti misalnya yang dilakukan oleh Azana Hotels & Resort Management. Manajemen hotel ini telah melakukan inovasi dengan model strategi zooming. Artinya manajemen melakukan service dengan melibatkan tidak saja service di sektor hotelnya saja tapi mencoba berkolaborasi dengan produk lain seperti adventure, optimalisasi bisnis lain yang mungkin masih satu group atau beda group dengan adanya gimmick marketing.
Hasil akhirnya adalah customer bisa memanfaatnya satu aplikasi yang bernama Azana Traveller. Sebuah aplikasi yang akan memudahkan bagi customer tidak saja untuk memesan hotel secara online tapi juga mendapatkan service lainnya seperti : service untuk mendapatkan fasilitas destinasi di sekiar hotel tempat menginap, hingga melakukan perjalanan kuliner di lokasi-lokasi yang sudah di tentukan dalam aplikasi atau sesuai dengan pilihan costumer. Konsep produk yang memadukan beberapa komponen ini memang bisa menguntungkan dua belah pihak.
Di satu sisi customer terbantu untuk membuat sebuah plan perjalanan tanpa harus menggunakan jasa konsultan pariwisata. Sedangkan bagi pihak hotelnya sendiri, mereka akan mendapatkan keuntungan karena customer tidak saja di berikan pilihan penginapan tapi juga service tambahan lainnya yang masih berkaitan dengan dunia perhotelan. Itulah kondisi terkini dari bisnis di sektor perhotelan pada masa Era Industri 4.0. Dimana konsep promosi yang semula masih bersifat konvensional saat ini berubah drastis dengan hadirnya apa yang biasa di sebut sebagaia digital marketing. Sebuah konsekuensi logis yang mesti di jalankan oleh pelaku industri perhotelan agar perubahan yang terjadi begitu cepatnya tidak menjadi bumerang bagi kinerja bisnisnya. Tapi justru menjadi supporting menarik untuk bisa memaksimalkan potensi yang dimiliki team sales dan marketingnya.
PERAN TEKNOLOGI DIGITAL SEBAGAI SALAH SATU PENENTU PERKEMBANGAN BISNIS PERHOTELAN
Setidaknya menyikapi perubahan yang terjadi saat ini, dimana Era Industri 4.0 sudah makin menjadi sebuah tuntutan untuk para pelaku bisnis. Maka kita bisa melihat ada beberapa tren bisnis yang terjadi pada bisnis di sektor perhotelan. Ada 5 hal yang sebenarnya jika pelaku mencermatinya ini adalah sebuah peluang.
Tapi sebaliknya, ketika ke-5 tren ini dilihat sebagai sebuah kendala, maka kondisi ini bisa menjadi kendala dalam pengembangan bisnis di sektor perhotelan. Pertama : tuntutan konsumen kedua : trafik pengguna seluler ketiga : Meta search, keempat : booking hotel lewat perintah suara dan kelima : program loyalitas. Terkait dengan tren yang terjadi pada industri perhotelan, Handri Kosada,CEO Barantum.com memberikan statemennya,” Jika di tarik benang merah dari tren yang terjadi pada industri perhotelan.
Sebenarnya ada satu titik yang sama dari ke-5 tren yang terjadi dalam industri perhotelan, bahwa semua hal mesti bersumber dari data base customer. Nah terkait dengan customer itulah, Handri menjelaskan bahwa CRM adalah salah satu aplikasi bisnis yang saat ini dan kedepan mesti di implementasikan dalam perusahaan yang fokus dalam industri pariwisata termasuk perhotelan.
Apa yang di utarakan Handri tersebut memang masuk akal. Kenapa, karena dengan semakin tingginya angka persaingan dalam industri perhotelan maka Divisi Sales & Marketing dalam sebuah perusahaan mesti bersikap agresif terhadap customer yang menjadi target marketnya. Dimana agresif-nya mereka mesti di dukung dengan sebuah aplikasi yang ampuh. Itulah kenapa, pada akhirnya dengan semakin pesatnya perkembangan bisnis pariwisata dan perhotelan yang sudah merambah teknologi digital, maka peran CRM harus mulai menjadi perhatian pelaku industri.
Menarik memang ketika kita bicara soal industri perhotelan saat ini. Ketika klasifikasi hotel saat ini tidak lagi menjadi satu hal yang cukup di perhitungkan oleh customer. Justru dari laporan research yang di keluarkan oleh Colliers International Indonesia, justru penambahan jumlah kamar hotel terjadi setiap tahunnya. Setidaknya dari tahun 2019 hingga 2021 prediksinya terjadi penambahan jumlah kamar hotel yang cukup banyak dari 2019 ( 2.282 kamar ) 2020 ( 874 kamar ) dan 2021 ( 200 kamar ). Deskripsinya untuk pasokan kamar hotel yang ada di tahun 2019 ( 21% berasal dari hotel bintang 5, 57% berasal dari hotel bintang 4, 22% untuk hotel bintang 3). Sedangkan tingkat hunian yang terjadi sepanjang tahun 2018 sendiri walau belum bisa di katakan maksimal berada pada level Average Occupancy Rate (AOR) 62,8% dengan Average Daily Rate ( ADR) mencapai US$ 75.
CRM INDONESIA, SENJATA AMPUH INDUSTRI PERHOTELAN DALAM MENINGKATKAN OCCUPANCY RATE
Sebuah bisnis, ketika mengaplikasikan sebuah sistem pada akhirnya memang tidak bisa menguntungkan semua pihak. Sama halnya dengan industri perhotelan, disatu sisi dengan adanya teknologi peningkatan omzet pemasaran kamar hotel bisa jadi lebih mudah di jalankan. Tetapi disisi lain hal itu bisa juga jadi satu ancaman untuk kelangsungan pelaku dalam bisnis tersebut. Contoh nyata yang saat ini sedang terjadi adalah, seperti dalam hal pemesanan kamar hotel. Dengan adanya digital marketing atau digital economy, maka saat ini muncul beberapa platform baru dalam industri perhotelan dari mulai : Airbnb, Airyrooms serta Reddoorz.
Dengan adanya aplikasi tersebut maka saat ini siapapun bisa memiliki bisnis seperti hotel. Kenapa, karena rumah tinggal atau sejenisnya-pun bisa di jadikan lahan bisnis dengan menyewakan kamarnya untuk wisatawan. Namun dampaknya bagi pelaku industri perhotelan akan mengalami penurunan tingkat hunian, karena mereka secara langsung akan di adu dalam pasar yang nyata. Terkait aplikasi teknologi digital dalam industri perhotelan.
Maka Manajemen Azana dengan adanya Azana Traveller Apps berani menargetkan jumlah booking kamarnya bisa mencapai 12.000 per bulan di seluruh Indonesia untuk jumlah bookingnya. Senada dengan Azana Traveller Apps, analisa yang di keluarkan oleh Goggle-pun turut memperkuat kondisi yang ada. Berdasarkan data yang di rilis Google pengeluaran liburan tahun 2018 tumbuh menjadi Rp368,9 triliun ( tumbuh 5,1%). Sedangkan jumlah pencarian terkait objek travel-pun turut meningkat menjadi 30% per tahun.
Fenomena terjadinya kenaikan yang signifikan tersebut memang berkat adanya aplikasi seperti Traveloka atau Tiket.com. Tingginya tingkat pertumbuhan pengeluaran liburan yang ada di tahun 2018. Memang di dasarkan pada beberapa hal seperti : Traveloka memiliki satu paket promosi yang menarik bagi customer dalam hal payment. Kongkritnya adalah Traveloka bisa memberikan opsi pemasaran dengan model pembayaran Traveloka Paylater. Sebuah terobosan yang akan membuat customer melakukan perjalanan liburannya dengan tetap aman dan nyaman karena biaya yang mereka gunakan untuk perjalanan wisata-nya dapat di cicil dengan model Taveloka PayLater.