author photo
PERUSAHAN BARANTUM
November 13, 2020

Tren Peningkatan Potensi Bisnis Industri Agro & Mining Cukup Tinggi

Bicara soal industri yang bersumber dari pengelolaan sumber daya alam Indonesia ( sektor agro industri dan mining). Rasanya tidak ada yang bisa menyangkal jika Indonesia adalah salah satu negara produsen produk sumber daya alam terbesar di dunia. 


    Kondisi itu bukan  sekadar pernyataan semata. Tetapi melihat tren yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir, secara jelas makin membuktikan eksistensi Indonesia sebagai negara dengan potensi sumber daya alam ( agro industri ) yang merajai dunia.

Dimana ada 3 sektor agro industri yang saat ini menjadi andalan utama Indonesia. Produsen Karet ( Indonesia masuk menjadi produsen karet terbesar ke-2 di dunia dengan produksi 3.107.544 ton ), Kakao ( dengan potensi jumlag produksi 777.500 ton, Indonesia masuk menjadi negara produsen ke-3 terbesar di dunia ) . Dan yang paling bersinar tentu saja Kelapa Sawit ( Indonesia menjadi negara produsen terbesar ke-1 di dunia dengan total produksi tahun 2015 saja berjumlah 31,1 juta ton  ).  

Tidak saja untuk sektor  agro industri. Begitu pula untuk sub sektor mining ( pertambangan ). Indonesia sebagai negara kepulauan sudah pasti potensi Sumber Daya Alam ( SDA ) Indonesia cukup berlimpah. Namun sangat di sayangkan, sekalipun potensi sumber daya alamnya cukup besar yaitu mencapai Rp200 ribu triliun ( terdiri dari minyak, gas, batubara, tembaga, emas, nikel, perak dan  lain), seperti yang disampaikan oleh Pengamat Energi Kurtubi.

Namun sangat di sayangkan justru daya saing industrinya belum sebesar potensi SDA-nya.   Sekalipun masih jauh dari prestasi yang terjadi pada sektor agro industri. Tapi secara  berangsur Indonesia sudah mulai bisa menunjukkan tren  peningkatan kinerja di sektor industri mining di dunia. Jika di tahun 2018 berdasarkan kinerja daya saing industri Indonesia masih berada di ranking 43 di dunia. Tetapi di tahun 2019 Indonesia naik 11 point menjadi berada di peringkat 32 besar di dunia berdasarkan data dalam IMD World Competitiveness Ranking 2019.

Menariknya peningkatan ranking itu di dasarkan pada satu kondisi yaitu berkat adanya peningkatan efisiensi di sektor pemerintahan dan perbaikan infrastruktur serta kemudahan berusaha yang semakin membaik di  Indonesia.       Terjadinya peningkatan daya saing baik dalam sektor agro industri dan juga sektor pertambangan jelas ini menunjukkan bahwa  ke depan Indonesia akan bisa menjadi salah satu negara besar dalam pengelolaan industri  pertambangan tidak saja di kawasan Asean tetapi juga dunia yang memiliki kompetensi salah satu terbaik untuk sektor yang berhubungan dengan sumber daya alam (SDA).  

Itu potensi di sektor agro dan mining yang terkait dengan peluang bisnis di dunia. Di dalam negeri sendiri, memang masih terlihat bahwa sektor yang  terkait dengan SDA masih menjadi andalan Indonesia dalam memberikan PDB secara nasional. Untuk industri agro memberikan sumbangan 49,11% dari total PDB ( Produk Domestik Bruto) sementara untuk industri pertambangan memberikan sumbangan 8,03% dari total PDB di tahun 2018 lalu.    

Dari sini kita bisa berharap, ke depan kedua sektor  ini akan mampu lebih besar perannya dalam meningkatkan  kesejahteraan masyarakat dengan konteks peningkatan daya saing industrinya baik di dalam negeri ataupun di dunia. Hanya memang untuk tujuan tersebut pelaku industri baik di sektor agro ataupun pertambangan tidak bisa bekerja sendiri. Kesemuanya mesti di dukung oleh kebijakan pemerintah sebagai penentu ke-berlangsung-gan industri  ini di masa kini dan mendatang.  

STRATEGI BISNIS INDUSTRI AGRO DENGAN MENGOPTIMALKAN PERAN TEKNOLOGI DIGITAL

Bicara soal peluang ke depan, dalam pengembangan industri agro secara nasional. Memang pada akhirnya kita mesti melihat industri ini dalam skala yang lebih besar. Dimana dengan rencana adanya transformasi menuju industri 4.0, maka  industri agro pun mesti menyiapkan dirinya menjadi sebuah industri yang mampu mengikuti karakter dari industri 4.0 tersebut.  

Ambil contoh, jika saat ini industri agro Indonesia seperti Kelapa Sawit sedikit terkendala dengan masalah isu lingkungan. Maka cara terbaik  yang berhasil dilakukan bisa dengan : Pertama meningkatkan konsumsi biodiesel domestik melalui mandatory Biodiesel B-20 (PSO dan Non-PSO).

Mencari pasar ekspor biodiesel non konvensional seperti Jepang, Tiongkok, India, Malaysia, negara-negara di Timur Tengah serta Asia Tengah dan Utara . Kedua mencoba memaksimalkan pemanfaatan dana desa yang menurut Enny Sri Hartati, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) tahun ini berjumlah lebih dari Rp40 triliun.

Sehingga Enny menyarankan agar dana tersebut diarahkan untuk peningkatan pembangunan infrastruktur daerah/desa yang disesuaikan dengan keunggulan komoditas agro dari masing-masing daerahnya. Apa yang disampaikan oleh Enny Sri Hartati memang bisa menjadi salah satu solusi bagi perkembangan dan pengembangan industri agro saat  ini dan ke depan.

Hal itu pun juga di kuatkan oleh statement yang disampaikan oleh Handri Kosada, CEO Barantum.com. Handri melihat bahwa ke depan semua industri mesti mengacu pada karakter industri 4.0. Dimana karena sektor agro industri juga masuk menjadi salah satu sektor unggulan dalam program Industri 4.0 Maka ada beberapa hal positif yang bisa di lakukan pelaku bisnis teknologi digital untuk mendung masalah diatas.  

Realisasi dari konteks kolaborasi bisnis antara pelaku industri agro dengan pebisnis teknologi digital bisa dimulai dari implementasi industri 4.0. Diantaranya adalah bahwa karakter industri 4.0 salah satunya adalah : 1. Interoperabilitas ( kesesuaian). Karakter industri 4.0 mengharuskan industri yang bersangkutan harus memiliki kondisi dimana kemampuan mesin, perangkat kerja, sensor sistem dan manusianya harus bisa ter-koneksi dan berkomunikasi dengan baik satu dengan lainnya lewat perangkat internet untuk segala (IoT) atau Internet untuk khalayak (IoP).   

Kedua industri berbasis 4.0 harus mampu memberikan transparansi secara informasi. Realisasinya adalah bahwa pada prinsipnya sebuah perusahaan membutuhkan pengumpulan data sensor mentah agar bisa di olah sehingga menghasilkan informasi konteks yang bernilai tinggi. Terkait dengan dua hal yang berhubungan dengan karakter industri 4.0, maka Handri menyarankan agar pelaku  industri tersebut mulai mengimplementasikan satu sistem yang bernama CRM ( Customer  Relationship Management).

Adalah sistem aplikasi CRM yang akan mampu memberikan kontribusi report yang berdasarkan updating data ter-kini-nya. Bersumber dari database customer/ klien, pada akhirnya CRM bisa di jadikan salah satu media koordinasi antara Pemerintah dengan pelaku  industri yang ada di daerah-daerah pada saat pemerintah ingin merealisasikan pemanfaatan dana desa yang saat ini jumlahnya Rp40 triliun menjadi lebih ter-konsep dan terarah dengan baik.  

SAATNYA INDUSTRI MINNING BER-EVOLUSI MENJADI INDUSTRI BERBASIS 4.0 DENGAN APLIKASI TEKNOLOGI DIGITAL SEBAGAI PENDUKUNGNYA

Jika industri agro mencoba mengembangkan potensi bisnisnya dengan beberapa cara. Tidak jauh beda dengan apa yang bisa dilakukan oleh industri mining. Konsep bekerja sektor mining kedepan sudah harus berorientasi secara industri-an 4.0 concept.    

Hal itu sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Sukmandaru Prihatmoko, “ Ke depan industri mining sudah harus melakukan apa yang sesuai dengan karakter industri 4.0. Dimana nantinya evolusi industri pertambangan harus bisa membawa peradaban kehidupan di era sekarang yakni revolusi industri 4.0. Karena tujuan akhir dari peralihan ini tetap sama yaitu mampu meningkatkan derajat .

Hal itu mungkin saja terjadi, karena pada akhirnya implementasi seperti apa yang disampaikan oleh Handri Kosada dengan aplikasi Barantum-nya akan menjadi salah satu media  report yang bisa menyederhanakan sistem dan prosedur pelaporan yang ada pada industri mining.  

Karena hingga kini masih ada tiga kendala yang terus menghantui perkembangan industri mining di Indonesia seperti ; masalah politik, suku bunga perbankan dan aplikasi teknologi. Terkait dengan kendala dalam pengembangan  industri mining khususnya dalam konteks masalah aplikasi teknologi. Handri Kosada melihat justru hal itu bukan sebuah kendala tapi aplikasi teknologi menjadi salah satu strategi bisnis  yang mesti segera di antisipasi oleh pelaku  industri agar bisa berkembang lebih baik. Realisasinya adalah, jika saat ini Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak ( PNBP )  untuk 2 sektor industri mining ( sektor mineral dan batu bara ) hingga Desember 2018 sudah mencapai Rp46,6 triliun.   Implementasi teknologi tersebut memang menurut Handri Kosada bisa dilakukan dalam 2 hal. Pertama implementasi  teknologi yang ditujukan untuk sistem dan prosedur kerja di lapangan. Serta implementasi teknologi yang dilakukan untuk sistem report anda adminitrasi. Dimana peran CRM pada akhirnya bisa di jadikan salah satu implementasi sektor  kebangkitan  industri mining  dalam rangka menuju industri berbasis 4.0.      

discuss-like Suka
icon bagikanBagikan
0 Komentar

Diskusi Populer

Top Member