Teknologi.id - Cuaca dan suhu yang cukup dingin kerap dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia terutama saat malam hari. Tak disangka, ternyata belahan bumi yang lainnya sedang dilanda gelombang panas atau heatwave yang menyebabkan suhu meningkat hingga 40 derajat Celcius. Mengapa hal tersebut dapat terjadi?
Di beberapa wilayah Eropa dilaporkan terjadinya kerusakan, hambatan, bahkan kematian yang disebabkan oleh gelompang panas ini. Setidaknya ada lebih dari 1000 kematian di Portugal dan puluhan hektar lahan terbakar. Situasi ini membuat beberapa negara di Eropa mengumumkan adanya situasi Darurat termasuk Inggris.
Dilansir dari Direct Energy, heatwave ini merupakan kondisi anomali cuaca yang sangat berbahaya di mana suhu melonjak jauh di melebihi batas atas suhu di wilayah tersebut. Panas yang tinggi ini menyatu dengan tingkat kelembaban tinggi sehingga membuat gelombang panas pada daerah tertentu dalam kurun waktu yang lama.
Baca juga: Layanan Internet Starlink Punya Elon Musk Masuk Indonesia, Tapi..
Gelombang panas sendiri dimulai dengan pembentukan gelembung udara dari udara bertekanan tinggi yang mengendap di udara dengan ketinggian 3.000-7.600 meter dan kemudian akan menyebabkan udara panas tenggelam. Gelembung udara tersebut akan mengikat dan menahan udara panas untuk tetap berada dekat dengan daratan.
Gelembung udara tersebut lantas mencegah perpindahan udara dengan cara konveksi yang bertujuan untuk membentuk awan dan awan hujan, yang dapati membuat sebuah wilayah menjadi dingin.
Anomali ini kemudian dapat menciptakan gelombang panas yang memiliki panas tinggi dan kelembaban tinggi di dekat daratan. Bahkan, gelombang ini dapat berlangsung dalam jangka waktu yang lama yaitu berhari-hari hingga berminggu-minggu.
Kondisi alam Indonesia
Selain daerah dengan suhu tinggi yang tinggi, daerah dengan tekanan yang tinggi juga sangat rentan menerima gelombang panas ini. Kendati demikian, fenomena ini tidak memungkinkan untuk terjadi di wilayah Indonesia dikarenakan kondisi alamnya.
"Kejadian suhu panas di Indonesia tidak dikategorikan sebagai gelombang panas seperti di India karena tidak memenuhi definisi kejadian ekstrim meteorologis oleh Badan Meteorologi Dunia (WMO) yaitu anomali lebih panas 5 derajat dari rerata klimatologis suhu maksimum di suatu lokasi dan setidaknya sudah berlangsung dalam 5 hari," kata Urip Haryoko selaku Plt. Deputi Klimatologi BMKG dilansir dari rilis resmi Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) tempo hari.
Dijelaskan pula bahwa Indonesia juga kerap merasakan suhu panas dengan rekor tertingginya adalah 40 derajat di Larantuka (NTT) pada 5 September 2012 akan tetapi bukan masuk kategori ekstrim seperti gelombang panas. Bahkan BMKG menyatakan sekitar bulan Mei kemarin sirkulasi massa udara memicu tertahannya masa udara panas di atas sebagian wilayah Sumatera dan Jawa.
"Namun, BMKG sekali lagi juga meyakinkan bahwa kondisi ini bukanlah termasuk kondisi ekstrim yang membahayakan seperti gelombang panas 'heatwave', meskipun masyarakat tetap diimbau untuk menghindari kondisi dehidrasi dan tetap menjaga kesehatan," jelasnya.
Baca juga: Elon Musk Ajak Orang Indonesia Pindah ke Mars, Mau Ikut?
Alberth Christian Nahas, Koordinator Sub Bidang Informasi Gas Rumah Kaca BMKG, juga membenarkan bahwa negara lain khususnya wilayah Eropa sedang mengalami gelombang panas dengan tanda-tanda suhu udara di atas 35 derajat Celcius secara berkepanjangan.
Akan tetapi, Indonesia dianggap masih bertahan dengan suhu rata-rata bahkan cenderung dingin. Dia juga menjelaskan bahwa letak geografis Indonesia sebagai negara maritim dan kepulauan ternyata dapat memberikan dampak positif untuk mengurangi kemungkinan terjadinya fenomena heatwave ini.
"Kebetulan di Indonesia, itu enggak hanya di Jakarta, secara umum [gelombang panas] belum pernah terjadi. Kenapa? Kita dikelilingi lautan. Indonesia belum pernah [mengalami heatwave] dari catatan BMKG. Kalau panas ekstrem sehari-dua hari atau [hitungan] jam, pernah. Jakarta sampai 38-39 [derajat Celcius]. Itu sesaat, itu bukan masuk heatwave," katanya.
"Salah satu komponen yang bisa mengurangi heatwave itu uap air, sedangkan di kita selalu lembab. Potensi untuk heatwave sangat susah terjadi, apalagi sampe 5 hari," lanjutnya.
"Saat musim tertentu, di [saat] summer, matahari posisinya di sana, temperatur sana lebih tinggi, lebih kering, potensi heatwave lebih besar." tutur Alberth.
(kssa)
Tinggalkan Komentar